Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indonesia-UE Miliki Banyak Kesamaan, Jangan Lagi Sawit Dibedakan

Indonesia-UE Miliki Banyak Kesamaan, Jangan Lagi Sawit Dibedakan Pekerja menyusun tandan buah segar (TBS) kelapa sawit ke atas mobil di Tarailu, Mamuju, Sulawesi Barat, Minggu (23/05/2021). Harga TBS kelapa sawit tingkat petani sejak dua bulan terakhir turun dari harga Rp1.900 per kilogram menjadi Rp1.680 per kilogram yang disebabkan banyaknya produksi. | Kredit Foto: Antara/Akbar Tado
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia menginginkan kerja sama ekonomi dan perdagangan dengan Uni Eropa berlangsung adil, tidak diskriminatif, dan terbuka, terutama terkait perdagangan minyak kelapa sawit. Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi saat menggelar konferensi pers virtual bersama Kepala Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan Uni Eropa, Josep Borrell Fontelles, pada Rabu (2/6/2021).

"Saya mendiskusikan kembali isu kelapa sawit Indonesia. Permintaan Indonesia sederhana, agar kelapa sawit Indonesia diperlakukan secara adil. Saya sampaikan keseriusan pemerintah menghasilkan kelapa sawit secara berkelanjutan dan terus memperkuat ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil)," kata Retno.

Baca Juga: Uni Eropa Galak terhadap Sawit, Sahat Sinaga: Tak Perlu Khawatir!

Dalam pertemuan tersebut, Borrell mengakui terdapat sedikit masalah dalam hubungan Uni Eropa – Indonesia terkait minyak sawit.

"Tentu saja isu kelapa sawit telah mengganggu hubungan kita, tapi kita harus menyelesaikan persoalan ini. Faktanya, tidak ada larangan ekspor kelapa sawit Indonesia ke Eropa. Kenyataannya tahun lalu terjadi kenaikan ekspor minyak sawit Indonesia ke Eropa hingga 26 persen," ujar Borrell.

Lebih lanjut dikatakan Borell, keberlangsungan pasokan produk minyak sawit dari Indonesia harus segera diselesaikan oleh Uni Eropa dan Indonesia. 

Dikatakan Retno, Indonesia dan Uni Eropa sepakat untuk mendorong kerja sama ekonomi yang sama-sama menguntungkan dan berkelanjutan.

Menurut Retno, Uni Eropa merupakan salah satu mitra penting bagi Indonesia. Tahun lalu, Uni Eropa menjadi mitra dagang terbesar Indonesia dengan nilai perdagangan sebesar US$25,5 miliar dan menjadi investor terbesar keenam di Indonesia dengan nilai US$1,9 miliar di hampir 7 ribu proyek.

Retno menambahkan Indonesia dan Uni Eropa memiliki banyak kesamaan nilai dalam hal demokrasi, hak asasi manusia serta multilateralisme yang menjadi pondasi yang kuat untuk kerja sama antara kedua pihak. 

Sebelumnya Komisi Uni Eropa telah mengancam keberlangsungan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia ke Eropa melalui regulasi Renewable Energy Directive (RED II) yang dikeluarkan pada 2018.

Uni Eropa juga mengeluarkan Delegated Act yang merupakan turunan dari RED II dan menempatkan kelapa sawit sebagai komoditas berisiko tinggi terhadap perusakan hutan (deforestasi) dan berpotensi mendorong perubahan penggunaan lahan tidak langsung (indirect land use change/ILUC) dibandingkan minyak nabati lainnya.

Tidak hanya itu, murahnya harga CPO bahkan sempat membuat Uni Eropa menuding Indonesia telah melakukan praktik subsidi pada sektor perkebunan kelapa sawit Indonesia. Dalam gugatan yang dilayangkan ke WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) oleh Uni Eropa, Indonesia tidak terbukti melakukan subsidi yang dituduhkan tersebut. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Alfi Dinilhaq

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: