Sebagai salah satu produk dari modernisasi, keberadaan plastik tak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-sehari manusia. Dengan sifat dan karakteristik yang fleksibel sehingga mudah untuk diaplikasikan ke berbagai bentuk, kehadiran plastik awalnya dianggap sebagai solusi atas maraknya konsumsi bahan kertas yang dinilai tidak ramah lingkungan lantaran mendorong penebangan pohon secara massif dan brutal. Namun pada perkembangannya, pemanfaatan plastik rupanya juga tidak ramah lingkungan karena membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dapat diurai di alam bebas. Timbunan limbah plastik beserta sistem pengelolaannya pun menjadi tantangan tersendiri, yang membutuhkan campur tangan dari berbagai pihak. “Dalam hal penanganan permasalahan pengelolaan sampah, ada tiga pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah, yaitu pendekatan zero waste lewat perubahan perilaku, pendekatan teknologi dan pendekatan ekonomi sirkular,” ujar Direktur Jenderal PLSB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (KLHK RI), Rosa Vivien, dalam sebuah diskusi yang diadakan secara virtual, Rabu (2/6).
Menurut Rosa, prinsip 3R yang meliputi reduce, reuse and recycle dan ekonomi sirkular kini telah menjadi kerangka kerja dalam berbagai kebijakan nasional serta strategi pengelolaan sampah baik di darat maupun di laut. Berkaitan dengan pendekatan ekonomi sirkular, dijelaskan Rosa, merupakan bentuk kerjasama saling menguntungkan dimana sampah plastik dapat mendatangkan nilai ekonomi baru sekaligus mengurangi timbunan sampah yang pada akhirnya berdampak positif pada lingkungan.
“Ini solusi yang baik dalam soal penanganan limbah plastik. Selain mengurangi pencemaran lingkungan, keberadaan industri daur ulang limbah plastik juga bisa mendatangkan nafkah bagi masyarakat pengepul. Sebuah upaya yang win-win solution,” tutur Rosa.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), Christine Halim, dalam kesempatan yang sama, juga sependapat bahwa kegiatan daur ulang limbah plastik merupakan salah satu upaya cerdas dalam menggerakkan kegiatan ekonomi berbasis sirkular. Beberapa jenis plastik diyakini masih memiliki nilai ekonomi yang tinggi, salah satunya adalah plastik jenis PET yang memiliki demand yang tinggi di industri daur ulang. “Penggunaan bahan ini sejalan dengan visi KLHK mengenai peta penanganan sampah melalui daur ulang dan pemanfaatan kembali dengan prinsip sirkulasi ekonomi," ujar Christine.
Didirikan sejak 2015 lalu, menurut Christine, ADUPI yang memiliki 499 anggota di 7 provinsi yang terdiri dari pengepul sampah plastik partai besar dan pabrik daur ulang ini secara aktif melakukan pengolahan sampah plastik menjadi bahan baku untuk dijadikan produk baru yang bernilai ekonomi tinggi. Bisnis daur ulang plastik sendiri disebut Christine juga memiliki potensi yang sangat besar. Hal ini terlihat dari konsumsi plastik sekitar tiga sampai empat juta ton per tahun, bisnis daur ulang di ADUPI saja bisa mencapai 400.000 ton per tahun. “Dengan potensi yang terus berkembang, industri daur ulang sampah botol plastik juga berperan menumbuhkan lapangan pekerjaan dalam platform ekonomi sirkular. Model ekonomi sirkulasi ini juga bertujuan untuk memperpanjang masa pakai sampah menjadi sesuatu yang berdaya guna untuk dimanfaatkan kembali. Juga sebagai alternatif bahan baku atau didaur ulang menjadi produk baru, sehingga dapat menghemat biaya produksi atau menjadi produk baru yang laku jual,” ujar Christine.
Disebutkannya ADUPI saat ini tengah berkolaborasi dengan Le Minerale dalam upaya proses daur ulang botol PET yang mendukung ekonomi sirkular melalui Gerakan Ekonomi Sirkular Nasional LE MINERALE (GESN). Empat program GESN, ungkapnya, meliputi membangun model ekonomi untuk meningkatkan recycling rate daur ulang plastik (DUP), membangun sistem pusat data dan informasi DUP Indonesia, membuat standardisasi dan edukasi DUP Indonesia, dan mengedukasi pelaku DUP agar berbadan hukum. “Kolaborasi ini diharapkan dapat mengembangkan rantai kegiatan daur ulang limbah plastik mulai dari pengepul hingga industri pengolahnya,” tutur Christine.
Sementara itu, Sustainability Director PT Tirta Fresindo Jaya, Ronald Atmadja, menyatakan bahwa sebagai salah satu produsen air minum yang menggunakan plastik sebagai kemasan produk, Le Minerale memiliki komitmen yang tinggi dan bersinergi terhadap upaya pemerintah dan Lingkungan dalam hal pengelolaan sampah khususnya plastik. PET adalah jenis plastik yang banyak digunakan sebagai bahan baku produk plastik, seperti kemasan botol dan galon air minum karena sifatnya yang unggul, diantaranya berwarna jernih, ringan, mudah dibentuk, tidak mudah pecah. Kemasan plastik yang berbasis PET juga lebih higienis dan aman digunakan, serta mudah didaur ulang, dan bernilai ekonomis relatif tinggi. “Selain kolaborasi dengan beberapa lembaga terkait, Le Minerale juga aktif mengajak individu dan masyarakat untuk aktif menjadi #RecycleHeroes yang merupakan gerakan internasional yang diangkat sebagai tema dalam Global Recycling Day 2021. Upaya Bersama, mulai dari individu, rumah tangga, masyarakat, organisasi, produsen, dan pemerintah dalam mengelolah dan daur ulang sampah plastik akan menjadi kekuatan besar dalam menjaga pelestarian lingkungan. Mulai dari diri sendiri! mulai dari rumah sendiri!” tegas Ronald.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Taufan Sukma
Editor: Taufan Sukma
Tag Terkait: