Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Polemik PPN Sembako hingga Sekolah: Tuai Kritik Sana-Sini

Polemik PPN Sembako hingga Sekolah: Tuai Kritik Sana-Sini Menteri Keuangan Sri Mulyani bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021). Rapat kerja tersebut membahas konsultasi terkait usulan perubahan pengelompokan/skema barang kena pajak berupa kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). | Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A

"Masalahnya adalah reformasi perpajakan selama ini tidak substantif sehingga mutar-mutar saja menaikkan tarif pajaknya tanpa ada upaya serius menambah jumlah WP, kenaikan PPN Sembako dari nol menjadi 1 persen atau menaikkan PPh orang kaya dari 30 persen menjadi 35 persen adalah contoh reformasi pajak yang memburu di kebun binatang," tutup ANH.

Baca Juga: Hadapi Perubahan Iklim, Sri Mulyani: Perlu Target Lebih Ambisius

Saran untuk Sri Mulyani

Achmad Nur Hidayat mempertanyakan aspek keadilan ekonomi dari rencana penerapan PPN sembako, pendidikan, dan kesehatan tersebut.

"Kelompok kelas menengah atas yang pendidikan dan kesehatan di luar negeri mereka tidak terkena dampak rencana kenaikan PPN tersebut, sementara kelas menengah bawah yang belanja sembakonya, pendidikannya, dan kesehatannya di dalam negeri malah yang paling terdampak dari rencana reformasi pajak tersebut. Di mana keadilan ekonominya jika begitu?" ujar ANH.

Dia menyarankan Sri Mulyani untuk menarget kelompok perusahaan teknologi global dan WNI berpendapatan Top 1% yang masih menyimpan dana repatriasinya di luar negeri. Patut diingat bahwa tax amnesty 2017 kemarin tidak diikuti dana repatriasi masuk ke dalam negeri dari target dana repatriasi Rp1.000 triliun hanya terealisasi Rp147 triliun.

"Kelompok WNI berpenghasilan top 1% tidak semua ikut tax amnesty 2017 kemarin, bila audit pajak dilakukan terhadap kelompok WNI tersebut, pemerintah masih dapat tambahan penerimaan negara dari pemberlakuan sanksi sekitar 200 persen dari aset mereka," ujar ANH.

Dia juga menyarankan daripada pajak nanti menimbulkan inflasi di saat ekonomi masih lemah sebaiknya ide kenaikan PPN sembako dan pendidikan dibatalkan saja karena manfaatnya lebih kecil dibandingkan bahayanya. RUU KUP sebaiknya fokus kepada pemberlakuan pajak dari e-commerce dan perusahaan teknologi yang naik daun seperti TikTok, Go-Jek, Google, Facebook, dan Apple.

"Indonesia sebaiknya ikut G7 yang sudah menyepakati adanya pemberlakukan pajak yang lebih ketat terhadap perusahaan raksasa teknologi. Facebook yang memiliki Instagram dan WhatsApp menikmati keberlimpahan big data dari Indonesia, sementara pajak mereka masih rendah," ujar ANH.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rosmayanti
Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: