Biden Ajak Negara-negara G7 Bareng-bareng Gebuk China, Kenapa?
Pejabat Gedung Putih mengatakan, Biden ingin para pemimpin negara-negara G7, yakni AS, Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Jepang, dan Italia, satu suara. Yakni menentang praktik kerja paksa yang menargetkan Muslim Uighur China dan etnis minoritas lainnya.
Biden berharap, kecaman itu akan menjadi bagian dari pernyataan bersama yang akan dirilis Minggu ketika KTT berakhir. Namun, beberapa sekutu AS masih enggan untuk berpisah dengan Beijing.
Selain itu, G7 juga diminta mengambil langkah pertama dalam mengajukan proposal infrastruktur yang disebut “Bangun Kembali Lebih Baik untuk Dunia”. Slogan kampanye yang digemakan Biden. Rencana tersebut menyerukan pengeluaran ratusan miliar dolar untuk bekerja sama dengan sektor swasta sambil mematuhi standar iklim dan praktik perburuhan.
Itu dirancang untuk bersaing dengan “Inisiatif Sabuk dan Jalan” senilai triliunan dolar China. Yang telah meluncurkan jaringan proyek dan jalur maritim di sebagian besar dunia. Terutama Asia dan Afrika. Kritikus mengatakan, proyek-proyek China sering menciptakan utang besar. Dan Beijing memanfaatkannya untuk memperluas pengaruhnya.
Senada dengan AS, Inggris juga ingin negara-negara demokrasi dunia tidak terlalu bergantung pada raksasa ekonomi Asia itu. Pemerintah Inggris mengatakan, bahwa diskusi pada akhir pekan lalu membahas soal rencana membentuk sistem global.
Untuk memberikan dukungan kepada warga yang mendukung nilai-nilai mereka. Rencana itu juga termasuk dengan mendiversifikasi rantai pasokan yang saat ini sangat bergantung pada China.
Tapi, tidak setiap negara Eropa memandang China dengan cara yang keras seperti Biden. Beberapa di antara mereka hanya memberikan tanda bahwa Eropa bersedia melakukan pengawasan yang lebih ketat.
Sebelum Biden menjabat pada Januari lalu, Komisi Eropa mengumumkan telah mencapai kesepakatan dengan Beijing. Kesepakakan untuk memberi Eropa dan China akses yang lebih besar ke pasar satu sama lain. Pemerintahan Biden berharap untuk berkonsultasi tentang pakta tersebut. Namun kesepakatan itu telah ditunda.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto