Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Fahri Hamzah Pasrah Jadi Tersangka Kasus Korupsi Benur, Namanya Mencuat di Sidang Edhy Prabowo

Fahri Hamzah Pasrah Jadi Tersangka Kasus Korupsi Benur, Namanya Mencuat di Sidang Edhy Prabowo Kredit Foto: Instagram Fahri Hamzah
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah pasrah jika nanti ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus benur oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pernyataan ini disampaikan menanggapi namanya yang muncul dalam sidang perkara mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

Baca Juga: Pilpres Masih Lama, Tapi Fahri Dukung Capres Ini...

“Demi kepastian hukum, saya bukan saja harus mau tapi harus rela jadi tersangka KPK jika itu hasil sebuah penemuan bukti awal yang valid,” tulis Fahri di akun Twitter-nya.

Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia itu menandaskan tidak akan lari jika harus dimintai keterangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Menurut Fahri, kesempatan itu akan dia gunakan semaksimal mungkin untuk memberi klarifikasi dan membela diri. “Gak usah takut saya gak akan lari. Ini tanah tumpah darah saya. Asalkan saya diberi hak membela diri secara terbuka di depan mahkamah,” cuit Fahri.

Sebelumnya, nama Fahri Hamzah dan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin disebut-sebut dalam sidang perkara suap izin ekspor benur.

Diduga sejumlah pengusaha menggunakan beking anggota DPR agar perusahaannya dapat izin ekspor benur dari Kementerian Kelauta dan Perikanan (KKP). Salah satunya adalah Novel Esda yang diduga meminta bantuan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.

Hal itu terungkap saat jaksa KPK membuka isi percapakan antara Edhy Prabowo dengan staf khusus Safri. “Ini isinya dengan kata, ‘Saf, ini orangnya Pak Azis Syamsuddin Wakil Ketua DPR mau ikut budidaya lobster. Novel Esda. Saudara menjawab: ‘Oke bang.’ Apa maksud saudara saksi menjawab oke bang?” tanya jaksa KPK kepada Safri.

Safri yang dihadirkan sebagai saksi menjelaskan maksud pernyataannya itu sebagai bentuk persetujuan atas perintah yang disampaikan Edhy.

Ketua majelis hakim Albertus Usada ikut mencecar mengenai mengetahui perusahaan yang terafiliasi dengan Azis. “Wakil Ketua DPR mau ikutan budidaya lobster. Saksi bisa dijelaskan PT apa yang berkaitan dengan nama itu?” tanya Albertus.

“Saya tidak ingat,” jawab Safri yang duduk sebagai Wakil Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Budidaya dan Ekspor Lobster.

Selanjutnya, jaksa mengungkapkan keterlibatan Fahri Hamzah dalam ekspor benur. Berdasarkan barang bukti elektronik, Edhy diketahui memberi perintah langsung kepada Safri agar menanganinya.

“Pada 16 Mei juga. ‘Saf, ini tim Pak Fahri Hamzah mau jalan lobster. Langsung hubungi dan undang presentasi. Saksi menjawab, ‘Oke, bang,’ Benar itu?” tanya jaksa.

Safri membenarkan hal itu. Sama halnya ketika diperintah Edhy untuk mengurus izin perusahaan yang terkait Azis Syamsuddin. Namun, dia tidak tahu nama perusahaannya.

Menurut Safri, perintah Edhy tersebut dia koordinasikan lebih lanjut dengan Andreau Misanta Pribadi Ketua Tim Uji Tuntas.

Saat diberi kesempatan menanggapi, Edhy membantah pernah memberikan perintah khusus kepada Tim Uji Tuntas mengenai perusahaan yang mengajukan izin ekspor. Menurutnya, semua perusahaan yang mengajukan izin diproses secara transparan sesuai aturan.

“Karena itu pertanggungjawabannya cukup berat,” dalih politisi Partai Gerindra itu.

Menyikapi fakta persidangan ini, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya akan menganalisis keterlibatan Fahri dan Azis dalam perkara benur.

Kata Ali, analisis akan dituangkan jaksa penuntut umum dalam surat tuntutannya untuk melihat keterkaitan antara keterangan saksi dengan alat bukti lain yang kemudian bisa membentuk fakta hukum. Sebab menurutnya, penetapan tersangka baru dalam kasus ini dimungkinkan bila ada kecukupan bukti permulaan.

“Prinsipnya, tentu sejauh jika ada kecukupan setidaknya dua bukti permulaan yang cukup, kami pastikan perkara ini akan dikembangkan dengan menetapkan pihak lain sebagai tersangka,” ujar Ali.

Pada sidang ini, jaksa KPK mendakwa Edhy Prabowo didakwa menerima suap 77.000 dolar Amerika dan Rp 24.625.587.250 dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama, Suharjito.

Rasuah ini terkait pengurusan izin budidaya dan ekspor. Dolar diterima sekretaris pribadi Amiril Mukminin dan staf khusus Safri. Adapun uang rupiah diterimamelalui Amiril Mukmin, Ainul Faqih (staf pribadi istri Edhy), staf khusus Andreu Misanta Pribadi dan Siswadhi Pranoto Loe. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: