Kunjungan Kerja Sultan Oman ke Arab Saudi Perlu Menunggu 10 Tahun, Mengapa?
Sultan Oman mengunjungi Arab Saudi pada Minggu (11/7/2021) dalam perjalanan resmi pertamanya ke luar negeri, sejak berkuasa tahun lalu. Kedatangan pemimpin Oman ini adalah yang pertama setelah 10 tahun. Diperkirakan fokus pada perang Yaman dan kerja sama ekonomi dan investasi.
Dengan tiupan terompet, tembakan meriam, dan jet tempur melesat di atas kepala, Sultan Haitham bin Tariq Al Said mendarat di Neom, kota dagang bebas masa depan yang dicanangkan Kerajaan Arab Saudi bekerja sama dengan perusahaan minyak Saudi Aramco. Luas kota ini direncanakan mencapai 26.500 km² dan melintasi tiga negara yakni Arab Saudi, Mesir, dan Yordania kerajaan.
Baca Juga: Siap-siap, Arab Saudi Sepakati Rencana Baru untuk Musim Haji 2021
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS), menyambut Sultan Haitham di landasan dan membimbingnya menyusuri karpet lavender panjang untuk bertemu dengan Raja Salman di istana. Kedatangan Sultan Haitam terjadi ketika ketegangan regional membara dan pemerintah Oman menghadapi tekanan yang meningkat di dalam negeri.
Baru-baru ini, Sultan menghadapi tantangan terbesarnya dengan demonstrasi. Gara-gara, jumlah pengangguran meningkat. Padahal, negara itu juga terbebani utang, yang sedang melakukan reformasi dan langkah-langkah penghematan.
Dalam kunjungan ini Arab Saudi dan Oman membentuk dewan bersama. Tujuannya untuk mengawasi beberapa kesepakatan. Dia menyampaikan akan ada pembukaan jalan baru yang tertunda. Nantinya akan menghubungkan kedua negara Teluk.
Sementara itu, disampaikan bahwa semenjak jatuhnya harga minyak pada tahun 2014, rasio utang terhadap Pedapatan Domestik Bruto (PDB) Oman telah melonjak dari sekitar 15% pada 2015 menjadi 80% tahun lalu. Sementara rencana Oman untuk mendiversifikasi pendapatan dari minyak dan untuk mengurangi pengeluaran di sektor publiknya menjadi membengkak, dan membuat kemajuan yang lambat.
Oman termasuk yang terlemah secara finansial di antara produsen minyak Teluk, tetapi telah lama memainkan peran fasilitator dalam upaya menyelesaikan konflik regional karena kebijakan luar negerinya yang netral.
Kesultanan, yang berbatasan dengan Yaman ini, telah mengintensifkan upaya diplomatik demi mengamankan gencatan senjata antara gerakan Houthi Yaman yang bersekutu dengan Iran dan koalisi pimpinan Saudi yang telah memerangi kelompok itu selama lebih dari enam tahun.
Koalisi melakukan intervensi di Yaman pada Maret 2015, setelah Houthi menggulingkan pemerintah yang diakui secara internasional. Perang telah menewaskan puluhan ribu orang Yaman dan mendorong negara itu ke ambang kelaparan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: