Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Masyarakat Komunal Ingin Kembangkan Kebun Sawit? Begini Polanya

Masyarakat Komunal Ingin Kembangkan Kebun Sawit? Begini Polanya Pekerja menurunkan Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit dari dalam truk pengangkutan di tempat penampungan Desa Leuhan, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh, Rabu (14/10/2020). Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat volume ekspor produk minyak sawit dan turunannya pada Agustus 2020 sebesar 2,68 juta ton atau turun 14,25 persen dibandingkan bulan Juli yang mencapai 3,13 juta ton. | Kredit Foto: Antara/Syifa Yulinnas
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sebagian daerah di Indonesia memiliki kelembagaan penguasaan lahan yang bersifat komunal dan turun-temurun seperti lahan adat/ulayat. Dalam sistem penguasaan lahan komunal yang demikian, jika masyarakat adat ingin mengembangkan kebun sawit, masih memungkinkan dengan mengembangkan pola-pola kemitraan antara masyarakat adat dengan korporasi swasta atau BUMN.

Mengutip laman Palm Oil Indonesia, dua pola kemitraan kebun sawit berbasis komunitas berikut masih dapat dikembangkan jika masyarakat ingin memiliki kebun sawit. Pertama, kemitraan dengan sistem Bangun-Serahkan (BOT).

Baca Juga: Hei Haters Sawit! Ahli Nutrisi Amerika Serikat Katakan Sawit Mampu Sehatkan Otak

Lahan komunal tetap milik masyarakat adat dan tidak ada transaksi lahan dari masyarakat adat ke perusahaan swasta atau BUMN. Kebun Sawit milik masyarakat adat dibangun oleh swasta atau BUMN dengan kredit bersubsidi perbankan dan langsung diserahkan ke masyarakat adat.

Pengelolaan dan pemeliharaan kebun sawit dilakukan oleh organisasi masyarakat adat itu sendiri dengan bimbingan swasta atau BUMN. Sementara, hasilnya yang berupa TBS dapat dijual kepada PKS swasta atau BUMN yang ada di sekitarnya. Dalam jangka panjang, kerja sama antarbeberapa komunitas masyarakat adat dapat juga memiliki PKS sendiri sehingga output yang dijual adalah CPO.

Kedua, Pola Saham Kebun Sawit. Komunitas masyarakat adat yang memiliki lahan komunal bekerja sama dengan swasta atau BUMN untuk mengembangkan kebun sawit termasuk PKS. Masyarakat adat ikut memiliki saham berupa lahan, sedangkan mitra (swasta, BUMN) menyediakan modal untuk membangun kebun sawit dan PKS. Wakil masyarakat adat ikut sebagai Dewan Komisaris dan Direksi, dan masyarakat adat ikut sebagai tenaga kerja sesuai kompetensinya.

"Kedua pola kemitraan sawit berbasis komunitas adat tersebut tentunya memiliki keunggulan. Masyarakat adat ikut menikmati kue ekonomi berupa upah individu sebagai tenaga kerja yang cukup membiayai kehidupannya setiap bulan. Selain itu, masyarakat adat juga menikmati pendapatan berupa dividen (pola saham) atau keuntungan (pola BOT) yang dapat didistribusikan baik untuk kepentingan bersama maupun dibagikan secara individu anggota masyarakat adat," seperti dikutip dari laman Palm Oil Indonesia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: