Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ketakutan, Wanita Hamil di Myanmar Pilih Melahirkan Diam-diam Hindari Junta Militer

Ketakutan, Wanita Hamil di Myanmar Pilih Melahirkan Diam-diam Hindari Junta Militer Kredit Foto: Reuters/Stringer
Warta Ekonomi, Yangon -

Konflik pasca-kudeta di Myanmar memberi pengalaman buruk bagi wanita hamil di sana. Menyadur Al Jazeera Jumat (23/7/2021), mereka terpaksa melahirkan dalam diam agar tak ketahuan militer.

Rosemary (nama samaran) adalah salah satu warga yang sedang hamil di desa Mindat. Ia terbaring dalam kegelapan sambil menahan kontraksi ketika bidan dengan nama samaran Mai Nightingale datang menolongnya.

Baca Juga: Gak Heran dari Mana Kekuatan Junta Myanmar, Rusia Terang-terangan Akui Pasok Militer...

“Hanya kami berdua yang tinggal di desa. Kami menutup semua pintu juga jendela dan tetap diam di dalam. Ketika dia merasa sakit, saya memasukkan selimut ke mulutnya karena takut tentara akan mendengarnya,” kata Mai Nightingale.

Sebenarnya, Rosemary sudah merasakan kontraksi sejak sehari sebelumnya, tapi tentara datang memberi tekanan dan membuat hampir semua penduduk desa lari ke hutan.

Dalam kondisi hamil tua, Rosemary tak sanggup kabur dari sergapan militer yang bisa saja kembali datang dengan tiba-tiba. Ia dan bidan Mai memilih tetap di rumah, menyiapkan persalinan.

Rosemary melahirkan bayinya tak lama setelah suara tentara menghilang dan Mai Nightingale memotong dan mengikat tali pusar dengan silet dan beberapa benang direbus dalam air.

Rosemary dan bayinya dalam keadaan sehat dan tidak terluka, keadaan kelahirannya menyoroti meningkatnya risiko yang dihadapi ibu dan bayi baru lahir di tengah meningkatnya krisis kemanusiaan.

Suami Rosemary tidak berani menemaninya karena takut menarik perhatian tentara dan dia akan dikira sebagai anggota kelompok bersenjata.

Sejak kudeta militer 1 Februari, tentara menyerang dengan granat berpeluncur roket dan senapan mesin ke daerah pemukiman sambil memberlakukan darurat militer.

Militer tidak hanya menyerang warga sipil tapi juga memotong pasokan makanan dan air untuk orang-orang yang terkena dampak konflik, menembaki kamp pengungsian dan gereja tempat berlindung.

Menurut perkiraan PBB, sekitar 230.000 orang mengungsi sejak kudeta militer di Myanmar.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: