Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Agar Tidak Bergantung Terus Pada Cukai Tembakau Pemerintah Perlu Memperluas Tax base dan Tax Rati

Agar Tidak Bergantung Terus Pada Cukai Tembakau Pemerintah Perlu Memperluas Tax base dan Tax Rati Kredit Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah saat ini membutuhkan dana besar untuk menanggulangi wabah Covid 19 yang sudah berjalan dua tahun serta membiayai   pemulihan ekomomi. Sementara penerimaan pajak setiap tahunnya tidak pernah mencapai target. 

Untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak, pemerintah perlu memperluastax base(jenis barang dan jasa yangdikenai pajak), tax ratio, dan menaikan PPN (pajak pertambahan nilai) dari semula 10 persen menjadi 12 persen. Ketiganya dimasukan dalam usulan Perubahan Kelima atas Undang – undang PerubahanNo 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU Perpajakan) yang sedang dibahas bersamaDewan Perwailan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Hal tersebut disampaikan Peneliti Ekonomi dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI)  Christine Chen serta dosen dan Peneliti pada Pusat Pengkajian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Universitas Brawijaya, kepada pers kemarin di Jakarta.

Baca Juga: Hadapi Tekanan Hebat, Industri Hasil Tembakau Butuh Perlindungan Negara

“RUU Perpajakan yang baru, (dibuat) untuk mengakomodasikan perpajakan baik di dalam maupun luar negeri. Perbaikan UU Perpajakan tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga dunia internasional,” Papar Christine Chen.

Christine Chen memberikan contoh, kenaikan PPN yang diusulkan pemerintah sebesar 12 persen dari yang saat ini 10 persen. Usulan Kenaikan PPN bukan hanya dilakukan pemerintah Indonesia . Negara negara lain yang tergabung dalam OECD (Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan), bahkan menaikan PPN Sebesar 15 persen. 

“Dengan demikian, rencana kenaikan PPN di dalam negeri 12 persen, itu masih dibawah kenaikan PPN di dunia internasional yang rata rata mencapai 15,4 persen, kata Christine Chen. 

Selain mengusulkan kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 12 persen. Menurut Christine, pemerintah untuk azas keadilan, sedang mempertimbangkan pengenaan PPN 12 persen dan 15 persen atau dengan sistem multi tarif. Untuk produk dan jasa tertentu, akan dikenakan PPN sebesar 12 persen. Sedangkan untuk jasa dan produk yang lainnya akan dikenakan PPN sebesar 15 persen.

“ Pengenaan PPN dengan multi tarif, argumentasi dari pemerintah adalah untuk meningkatkan keadilan. Menurut pemerintah akan ada tarif yang special seperti misalnya beras kualitas prima dari luar negeri akan dikenakan tarif PPN yang lebih tinggi dibandingkan beras dalam negeri yang sama sama dijual di supermarket kelas atas. Sementara penjualan beras di pasar tradisional tidak dikenakan pajak. Alasannya untuk menunjukkan keadilan. Namun demikian, penerapan sistem multi tarif akan menimbulkan administrasi yang lebih rumit. Apakah kita sudah siap menerapkan PPN Multi Tarif?,” tanya Christine Chen.

Sebagai pengamat dan peneliti ekonomi, Christine mengaku lebih setuju dengan pengenaan PPN single tarif. Yakni 12 persen untuk semua jenis obyek pajak jasa maupun produk. Alasannya, karena sistem ini lebih sederhana dan mudah diterapkan oleh pemerintah maupun pihak lain.

“ Multi tarif akan menimbulkan in efisiensi sebab biaya administrasinya lebih tinggi. Kalau sistem perpajakan kita sudah oke…kita bisa menerapkan multi tarif. (Hanya) Apakah core tax kita sudah siap atau belum (untuk menerapkan multi tarif). Meski pada tahun 2024 akan diterapkan coretax. Apakah kita sudah siap untuk menerapkan multi tarif,” urai Christine.

Baca Juga: Kendala dan Tantangan Simplifikasi Tarif Cukai Tembakau

Pendapat senada disampaikan, dosen yang juga peneliti Pusat Pengkajian Kebijakan Ekonomi Universitas Brawijaya Malang, Imanina. Menurutnya, di masa pandemi Covid 19 ini tak dapat dipungkiri, penerimaan negara mengalami tekanan berat. Hampir semua sektor perekonomian mengalami pelemahan dan menyebabkan penerimaan perpajakan tidak optimal. Imanina menilai cukup bijak jika pemerintah menaikkan PPN Sebesar 12 persen dan memperluas tax base (basis barang dan jasa yang akan dikenakan pajak). 

“Dalam upaya memperluas basis pajak di masa pandemi ini, ada 2 hal penting yang perlu diperhatikan. Pertama, perlu kecermatan untuk memilah sektor mana saja yang tidak terdampak dan sektor mana saja yang terdampak pandemi. Hal itu menjadi perhatian penting dalam upaya memperluas basis pajak di masa pandemi,”papar Imaninar.

Kedua, adalah waktu atau timing. Menurut Imaninar, ada beberapa kebijakan yang sebetulnya berpotensi untuk menjadi opsi diversifikasi pajak, namun belum bisa diterapkan di masa pandemi saat ini karena sektor tersebut misalnya masih terdampak dan butuh dukungan pemerintah. 

“Diversifikasi penerimaan pajak, seperti pajak carbon maupun kenaikan PPN sebenarnya dapat saja diterapkan asalkan pada waktu yang tepat agar kebijakan tersebut memberikan hasil yang optimal. Terutama bagi kenaikan PPN, hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah barang/jasa yang akan dibebani pajak tersebut harus tepat sasaran, karena tidak semua barang/jasa di Indonesia dapat dikenakan tarif yang sama untuk menciptakan keadilan,”papar Imaninar.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: