“Dalam aturan ini, OJK memperjelas definisi Bank Digital. Namun demikian, OJK tidak mendikotomikan antara bank yang telah memiliki layanan digital, bank digital hasil transformasi dari bank incumbent, ataupun bank digital yang terbentuk melalui pendirian bank baru (full digital bank). Bagaimanapun bank tetaplah bank, bank is bank,” kata Heru.
Heru juga menegaskan bahwa ketentuan di POJK ini sama sekali tidak memberikan tambahan beban pengaturan baru kepada bank, namun justru memberikan payung pengaturan bagi bank dalam melakukan transformasi dan akselerasi digital, penyederhanaan dan efisiensi jaringan kantor, serta memberikan kesempatan bagi bank khususnya bank berbadan hukum Indonesia untuk saling bersinergi dalam rangka peningkatan efisiensi dan perluasan layanan.
Dalam mendukung dan mempertegas konsolidasi perbankan sesuai yang dicanangkan OJK sejak tahun lalu, ketentuan mengenai sinergi perbankan dalam POJK Bank Umum ini bertujuan untuk mendukung efisiensi dan optimalisasi sumber daya bank dan lembaga jasa keuangan lain dalam kelompok usaha bank (KUB).
Harapannya, konsolidasi perbankan dengan membentuk KUB dapat menjadi pilihan yang menguntungkan bagi bank, termasuk bank yang masih belum memenuhi modal inti minimum Rp3 triliun. Baca Juga: Mau Jual Bank Digitalnya ke Masyarakat, Saham Bank BCA Langsung Jadi Rebutan
"Penguatan aturan kelembagaan antara lain juga dilakukan dengan peningkatan persyaratan modal menjadi sebesar Rp10 triliun untuk pendirian bank baru, baik dengan model bisnis bank tradisional, ataupun pendirian bank yang full digital. Selanjutnya, untuk mendukung terlaksananya implementasi pengaturan secara efektif dan pengawasan yang lebih efisien, dalam POJK ini telah dilakukan redefinisi pengelompokan bank," papar Heru.
Sementara itu, POJK No. 13/POJK.03/2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum menitikberatkan pada penguatan dalam perizinan dan penyelenggaraan produk bank dari semula menggunakan pendekatan modal inti (capital-based approval) menjadi pendekatan berbasis risiko (risk-based approval).
Aturan ini juga menyasar aspek akselerasi transformasi digital yang memberikan ruang kepada bank untuk lebih inovatif dalam menerbitkan produk dan layanan digital tanpa mengabaikan aspek prudensial. Digitalisasi produk dan layanan perbankan ini selanjutnya diharapkan dapat mendukung efisiensi ekonomi dan inklusi keuangan.
POJK ini mengatur mulai dari perencanaan, penyelenggaraan, hingga penghentian produk bank. POJK ini juga memberi ruang inovasi bagi bank umum untuk memenuhi tuntutan dan ekspektasi masyarakat akan produk bank sesuai dengan kebutuhannya (customer centric). Baca Juga: Simak! Ini Wejangan Bos OJK Biar Restrukturisasi Kredit Enggak Bikin Boncos
"Upaya yang dilakukan OJK untuk percepatan proses perizinan produk bank, baik melalui penyederhanaan klasifikasi produk (dasar dan lanjutan) serta termasuk penyelenggaraannya antara lain melalui piloting review dan instant approval, semata untuk mendorong pengembangan inovasi produk dan layanan bank," sebut Heru.
Dengan pendekatan perizinan baru ini, Lanjut dia, akan menciptakan level of playing field yang sama dalam industri perbankan, membuka ruang inovasi dalam pemanfaatan teknologi informasi, dan dapat dimanfaatkan untuk mendukung time to market produk bank yang lebih cepat, sehingga bank tetap dapat memiliki daya saing yang tinggi di tengah maraknya shadow banking berbasis IT.
Semangat penyederhanaan serta percepatan perizinan produk dan layanan bank umum telah sejalan dengan semangat Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi bank untuk berinovasi tanpa mengesampingkan aspek manajemen risiko.
"Oleh karena itu, industri perbankan diharapkan dapat menjadi lebih dewasa dalam menentukan eksposur risiko dan keamanan dari produk bank yang akan diterbitkan sebagai wujud perlindungan kepada nasabahnya," tutup Heru.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: