Tapi, setelah tahun 2000-an kesadaran warga mengenai ekosistem mangrove mulai tumbuh. Warga juga menyadari kondisi abrasi yang bergerak fluktuatif dan tak menentu, kadang terjadi abrasi.
Selain pengetahuan baru, upaya rehabilitasi mangrove ini juga membawa penghidupan bagi warga. Pada masa pandemi Covid-19, warga bisa mendapat penghasilan harian dari penanaman mangrove.
“Kegiatan ini sangat membantu ekonimi kami,” kata dia.
Maspian mengatakan sebanyak 20 orang mengikuti kegiatan penanaman mangrove jenis Rhyzhopora mucronata dan Rhyzhopora stylosa. Warga yang menanam akan diupah berdasarkan sistem Hari Orang Kerja (HOK).
“Kita terima upah harian,” kata dia.
Lokasi penanaman jauh dari limbah dan asap industri, tutur Maspian optimis, penanaman mangrove ini akan meningkatkan penghasilan bagi nelayan. Juga, mangrove yang ditanam akan cepat tumbuh sehingga dapat mengembalikan populasi kepiting, udang, dan ikan yang kerap dimanfaatkan warga.
Maspian berharap dukungan pemerintah, dalam hal ini Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) dapat berlangsung tiap tahunnya. Alasannya, selain menjawab persoalan lapangan kerja masyarakat, kegiatan semacam ini juga menjadi “investasi” bagi anak cucunya di barat daya Pulau Natuna.
Sehingga kelak kemudian hari, ekosistem mangrove bisa dimanfaatkan sebagai lokasi ekowisata yang menambah pemasukan warga. Menanggapi hal ini, Ayu Dewi Utari, Sektretaris BRGM, membenarkan upaya rehabilitasi mangrove ini merupakan investasi jangka panjang.
"4-5 tahun atau lebih, rehabilitasi mangrove dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi masyarakat, apabila dikelola menjadi ekowisata" ujar Ayu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: