Omnibus Law dan INA, Reformasi Terkini Tingkatkan Ekosistem Investasi Indonesia
Investasi langsung domestik diarahkan ke sektor perumahan, real estate, dan bangunan komersial tahun ini. FDI ditarik ke sektor sekunder yang didominasi oleh logam (non-mesin dan peralatan), yang masing-masing menyumbang 20% dan 22% dari aliran tahun lalu dan 1H21. Pertambangan, utilitas, dan transportasi-penyimpanan-komunikasi adalah sektor kunci lainnya. Berdasarkan tujuan, Asia adalah sumber utama investasi, yang setengahnya berasal dari ASEAN yang dipimpin oleh Singapura (sebesar 23% dari total investasi).
Baca Juga: Kejar Investasi Rp1.200 Triliun, Bahlil Minta Bujet Tambahan Rp600 Miliar
Reformasi terkini untuk meningkatkan ekosistem investasi
Dua perubahan utama baru-baru ini adalah langkah-langkah untuk meningkatkan ekosistem operasi dan mengatasi tantangan yang dihadapi komunitas investasi lebih jauh:
-Peraturan omnibus yang disahkan pada 4Q20 berupaya meningkatkan daya saing dan menarik industri yang menghasilkan lapangan kerja. Reformasi utama yang sedang berjalan meliputi a) merampingkan rezim perizinan usaha; b) liberalisasi rezim investasi asing dengan menghapus batasan sektoral di sebagian besar sektor kecuali industri strategis; c) mendorong reformasi undang-undang ketenagakerjaan; d) pengurangan tarif pajak, dan lain-lain. Bagian-bagian tertentu dari undang-undang yang berlaku akan membutuhkan undang-undang terkait untuk diterbitkan dan secara efektif mendorong investasi dalam jangka menengah;
-Indonesia Investment Authority (INA) didirikan tahun lalu untuk menarik investasi swasta untuk berinvestasi bersama dengan pemerintah ke dalam proyek-proyek domestik [lihat India and Indonesia: Strengthening the institutional backbone]. Modal dasar akan menjadi campuran suntikan dana dari APBN serta aset negara, piutang pemerintah dan saham perusahaan milik negara (BUMN) atau perseroan terbatas, sebesar Rp75 triliun (US$5 miliar).
Fokus awal adalah pada investasi ke dalam proyek infrastruktur, dengan INA yang kemungkinan besar akan muncul sebagai perusahaan induk untuk BUMN atau anak perusahaan strategis terpilih. Sebagai contoh, INA telah menandatangani MOU dengan Kanada Caisse de dépôt et placement du Québec (CDPQ), APG Asset Management (APG), dan anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh Abu Dhabi Investment Authority (ADIA) untuk menjajaki peluang investasi bersama ke jalan tol di Indonesia, dengan platform yang kemungkinan akan membangun kapasitas pendanaan sebesar US$3,75 miliar.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: