Sikap Moeldoko Tepat, Jangan Seret-Seret Presiden Jokowi ke Masalah KPK, Jangan!
Selanjutnya ia menjelaskan bahwa dengan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, hendaknya harus dipedomani oleh semua pihak karena putusan Mahkamah Konstitusi merupakan putusan yang sifatnya final and binding, sehingga tidak boleh ditafsirkan lain lagi dan oleh karenanya semua pihak harus menghormati putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, termasuk masyarakat atau bahkan Presiden sekalipun.
"Karena sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945: Indonesia adalah negara hukum. Artinya setiap tindakan dari segenap elemen masyarakat harus sesuai dan berdasarkan hukum, dalam hal ini putusan Mahkamah Konstitusi salah satunya," katanya.
Prof Agus, menghimbau kepada semua masyarakat dan juga penyelenggara negara tanpa kecuali, harus konsisten melaksanakan putusan MK tersebut. Hal itu juga membuktikan bahwa KPK, Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) telah menjalankan tugas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai amanah tindak lanjut UU KPK terkait alih status pegawai KPK.
"Justru sebaliknya apabila Presiden ikut campur ke dalam masalah tersebut dengan mengangkat langsung pegawai KPK yang tidak lulus itu menjadi ASN, maka justru Presiden dapat dikualifikasi abuse of power, antara lain melanggar UU ASN, UU KPK dan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Alih Pegawai KPK menjadi ASN,” ujar Prof Agus.
Ia juga sebenarnya merasa aneh dengan Novel Baswedan cs yang gagal dalam TWK, manakala mendengar mereka meminta diangkat langsung menjadi ASN. “Bila benar minta diangkat langsung, itu juga sikap inkonsisten, karena mereka sempat menolak revisi UU KPK dan alih fungsi status pegawai,” katanya.
Sebelumnya, pada saat polemik tentang penonaktifan 75 pegawai KPK karena tidak lulus TWK merebak di media massa, Prof. Agus Surono senantiasa konsisten menyebut bahwa apa yang dilakukan KPK adalah benar dan telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Keputusan Pimpinan KPK untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawab 75 pegawai yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) pada Tes Wawasan Kebangsaan itu sudah berdasarkan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB) dan aturan perundang-undangan yang berlaku," katanya pada Mei lalu.
Menurut dia, hal itu selaras dengan prinsip Presumptio Iustae Causa, yakni bahwa keputusan pimpinan KPK yang dikeluarkan tersebut harus atau selayaknya dianggap benar menurut hukum. "Dan oleh karenanya dapat dilaksanakan lebih dahulu selama belum dibuktikan sebaliknya," ujar Prof Agus.
Saat itu Prof. Agus sependapat dengan Plt. Juru Bicara KPK, Ali Fikri yang menyatakan bahwa keputusan saat itu bukan penonaktifan, namun penyerahan tugas dan tanggung jawab berdasarkan arahan langsung dari atasan.
Penyerahan tugas itu, menurut dia, tentunya dilakukan untuk memastikan efektivitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi di KPK untuk melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi agar tidak terkendala, serta menghindari adanya permasalahan hukum berkenaan dengan penanganan kasus yang tengah berjalan.
Ia bahkan menegaskan, karena dalam pengambilan keputusan tersebut juga dihadiri Dewan Pengawas KPK dan bahkan sudah ada putusan Dewan Pengawas KPK yang menyatakan tidak ada pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK terkait keputusan pimpinan KPK yang bersifat kolektif kolegial terkait 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK.
"Apa yang sudah dilakukan oleh Pimpinan KPK telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang revisi UU KPK yang mengatur status pegawai KPK adalah ASN, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN), dan Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Status Pegawai Menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN),” kata Prof. Agus saat itu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil