Menantikan Kedamaian Afghanistan yang Diharapkan Indonesia, Ini yang Diperhatikan
Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Retno Marsudi menegaskan bahwa pertemuan Indonesia dengan Taliban di Doha pada 26 Agustus 2021 lalu tidak ada kepentingan tertentu terhadap Afghanistan. Retno mengatakan, pertemuan tersebut semata-mata untuk memastikan bahwa Afghanistan damai.
"Kami juga menegaskan bahwa Indonesia tidak memiliki vested interest (kepentingan pribadi) di Afghanistan. Satu-satunya keinginan di Indonesia adalah melihat Afghanistan yang damai, stabil, dan makmur," kata Retno dalam rapat kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/9/2021).
Baca Juga: Indonesia Bersimpati pada Taliban yang Berubah, Lebih Banyak Kerugian dari Kebaikan
Retno juga menyampaikan bahwa tujuan kunjungan Pemerintah Indonesia ke Doha tersebut antara lain untuk melakukan perbandingan catatan mengenai situasi Afghanistan saat ini dan proyeksi ke depan. Hal itu menurut Menlu akan memudahkan Indonesia untuk mengambil keputusan ke depannya.
Retno mengungkapkan, tantangan utama Taliban saat ini adalah bagaimana membentuk pemerintahan inklusif secepat mungkin. Dari pertemuan tersebut, Taliban menyampaikan komitmen untuk berusaha keras membentuk pemerintahan inklusif tersebut.
"Upaya ini dinilai akan mengurangi risiko instabilitas domestik dan dinilai akan memudahkan Taliban dalam melakukan engagement dengan dunia luar," ujarnya.
Perkembangan di Afghanistan memang menarik minat di Indonesia. Selain Kemenlu yang terlihat mengambil inisiatif lebih dulu, ada pula Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Detasemen Khusus Antiteror 88, Badan Intelejen Negara, hingga ormas Islam dan mantan Wapres Jusuf Kalla yang beberapa kali berkomentar soal situasi di Taliban.
BNPT dan Densus tercatat beberapa kali berkomentar menyoroti soal potensi gangguan keamanan dari dampak kemenangan Taliban terhadap gerakan Jamaah Islamiyah di Indonesia. Sementara ormas Islam dan eks wapres JK berkomentar soal bagaimana gerakan Taliban saat ini sudah berubah ke arah moderat.
Lebih lanjut, Retno menjelaskan, Taliban juga mengatakan bahwa sambil terus berupaya membentuk pemerintahan inklusif, mereka menunjuk pejabat sementara, yaitu untuk posisi menteri pertahanan, menteri dalam negeri, menteri keuangan, menteri pendidikan tinggi, pendidikan intelijen, gubernur bank sentral, gubernur Kabul, dan wali kota Kabul.
"Mereka mengatakan, penunjukan ini sekali lagi sifatnya sementara," ujarnya.
Retno juga menyampaikan tiga pesan dan harapan Indonesia untuk Taliban. Pertama, Indonesia mendorong pentingnya upaya pembentukan pemerintahan yang inklusif. Kedua, pentingnya jaminan bahwa Afghanistan tidak akan digunakan sebagai aktivitas kelompok teroris dan ketiga pentingnya penghormatan terhadap hak-hak perempuan.
Saat ini, Taliban tengah menyiapkan perayaan pengambilalihan kekuasaan di Istana Kepresidenan di Kabul. Bersamaan dengan itu, sistem pemerintahan beserta pejabat kabinet akan diumumkan.
Sejauh ini Taliban mengisyaratkan akan membentuk pemerintahan yang hampir mirip seperti model Republik Islam Iran. Di Iran, pemerintahannya memiliki presiden dan kabinet.
Sementara pemimpin tertinggi adalah otoritas agama yang memegang jabatan tertinggi di negara itu dengan kekuasaan untuk mendikte kebijakan, mengesampingkan undang-undang, dan mengesampingkan presiden. Pimpinan tinggi itu memiliki keputusan akhir dalam semua masalah negara.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: