Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Selama Pandemi, UMKM Lebih Banyak Buntung Dibandingkan Untung

Selama Pandemi, UMKM Lebih Banyak Buntung Dibandingkan Untung Perajin UMKM menyelesaikan produk berbagai kerajinan dari batu giok nephrite di Desa Lae Bersih, Kota Subulussalam, Aceh, Jumat (27/8/2021). Kerajinan tersebut dijual Rp20.000 hingga Rp50 juta yang dipasarkan secara daring ke Korea Selatan, Singapura, Malaysia dan berbagai daerah di Indonesia. | Kredit Foto: Antara/Irwansyah Putra
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama 1,5 tahun ini setidak memberikan dampak bagi UMKM di Indonesia. Dalam kurun waktu tersebut setidaknya UMKM mengalami sejumlah transformasi yang memberikan keuntungan sekaligus kerugian dalam waktu bersamaan.

“Dengan adanya digital online dapat mempermudah layanan secara efektif dan efisien dalam pemasaran, fiks cash tidak ada tawar menawar, ada promo cash back, dan tidak membawa uang lagi,” kata Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia, M. Ikhsan Ingratubun dalam dalam Webinar Digitalisasi Pembiayaan UMKM, Sabtu (18/9/2021).

Meski di sisi lain, dampak pandemi memberikan keuntungan kepada UMKM, namun juga memberikan dampak kerugian kepada UMKM seperti semakin berkurangnya sosialisasi atau aktivitas sehingga berakibat tidak adanya aktivitas tawar menawar. Baca Juga: Punya Peran Krusial, OJK Lakukan 7 Prioritas Program Pengembangan UMKM

Selain itu, permasalahan yang dihadapi adalah harga menjadi lebih lebih mahal dibandingkan harga aslinya. Sebab, terjadi penambahan harga sebesar 20 persen terutama usaha kuliner, ditambah dengan biaya transportasi. Hal tersebut juga didukung keberadaan sistem paylatter juga menyebabkan perilaku yang boros.

Ada pun yang sering terjadi adalah ketidak sesuaian antara gambar iklan dengan realitas barang yang sering ditemui dalam pembelajaan model cash on delivery (COD). Tidak hanya kesesuaian antara gambar iklan dan barang, namun juga terjadi perbedaan harga yang disebabkan kualitas yang tidak sesuai dengan harga.

“Di satu sisi ada ancaman terhadap beberapa mal yang sudah tutup. Di Magelang ada mall yang sudah tutup karena sewa penyewaan space tetap tapi tidak ada kunjungan yang daatang ke mall akhirnya penjualan jatuh dan tutup,” katanya.

Gejala semakin banyaknya mall yang tutup juga tidak hanya terjadi di Magelang. Ikhsan menyebut hal tersebut juga terjadi di mall-mall kota besar lainnya yang disebabkan karena terjadi PHK karena kebijakan pembatasan mobilitas membuat jumlah kunjungan menjadi merosot tajam.

Maraknya fenomena PHK membuat terjadinya efisiensi operasional dengan memanfaatkan teknologi yang tidak membutuhkan banyak sumber daya manusia. Maraknya penggunaan teknologi juga membuka peluang terjadi cybercrime. Baca Juga: Dukung Pengembangan UMKM, BNI Sediakan Ekosistem Ekonomi Digital digiKU

Atas kondisi tersebut, Ikhas juga pernah dipanggil oleh Menteri Perdagangan untuk membicarakan rencana revisi Permendag No.50 Tahun 2020 yang secara khusus membahas marketplace yang saat ini banyak ditemukan menjual produk impor dengan harga lebih murah dibandingkan produk UMKM dalam negeri yang menyebabkan terancamnya keberadaan UMKM di Indonesia.

“Diharapkan kebijakan pemerintah yang kondusif yang mulai level 4 menjadi 3 menjadi pemicu dan pendorong untuk UMKM bisa bangkit kembali karena intinya iklim usaha dari kebijakan yang sehat dari pemerintah dapat memberikan daya dorong untuk UMKM bangkit,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: