Layanan jasa kurir tersebut selain melibatkan kurir organik, juga melibatkan sebanyak 1.512 mitra Oranger yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan tingginya beban kerja yang dialami oleh mitra kurir yang dimiliki Pos Indonesia, Nezar sesumbar menyampaikan penghasilan gaji dan insentif yang diberikan Pos Indonesia kepada kurir organik dan mitra kurir lebih kompetitif dibandingkan dengan perusahaan jasa kurir dan aplikasi transportasi online lainnya.
Meski mengakui, saat ini Pos Indonesia masih berada di bawah J&T, JNE, Sicepat, Anterin, ia optimis di tengah transformasi yang sedang berjalan di Pos Indonesia akan terus meningkatkan kinerja dan peringkat Pos Indonesia dalam bisnis logistik dan jasa kurir di Indonesia.
"Strategi kita ingin melakukan turn around untuk merebut kembali pasar kurir. Kita targetkan mengincar 3 besar," jelasnya.
Bangkit di Masa Pandemi
Sementara itu Tim Ahli Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM, Kuncoro Harto Widodo juga mengungkapkan hal serupa yakni selama masa awal pandemi yang jatuh pada Maret 2020, hampir secara keseluruhan perusahaan logistik dan penyedia jasa kurir mengalami penurunan kinerja dengan ditandai turunnya jumlah volume pengiriman barang. Hal tersebut terjadi dalam tiga bulan awal selama pandemi. Kuncoro mengistilahkan kondisi tersebut dalam fase syok.
Namun, sejak Juni, perusahaan logistik dan penyedia jasa kurir mulai masuki fase pemulihan dengan kecepatan pemulihan masing-masing perusahaan yang berbeda dalam merespons situasi pandemi Covid-19.
Fase pemulihan tersebut terlihat dalam pada bulan yang sama yakni Juni tengah terjadi kenaikan sebesar 18,1 persen pada transaksi pembelian e-commerce atau sebanyak 98,3 juta transaksi. Sedangkan rata-rata perusahaan logistik dan penyedia jasa kurir mengalami kenaikan volume sebesar 30 persen.
Besarnya peranan e-commerce menghasilkan nilai transaksi sebesar Rp266,3 triliun pada 2020. Sedangkan tahun 2021 diprediksikan akan mengalami kenaikan hingga Rp337 triliun.
"Artinya bahwa peluang jasa kurir ini linier dengan peluang e-commerce itu. Karena e-commerce naik kebutuhan dasar kurir juga ikutan naik," ujarnya.
Selama pandemi, berdasarkan pengamatan Kuncoro, pengiriman dalam kota lebih meningkat jika dibandingkan pengiriman antar-kota. Ini disebabkan oleh penyelerasan kebijakan pembatasan sosial dari pemerintah sehingga transportasi penerbangan juga terkena imbas dari keterbatasan konektivitas.
Adapun porsi pengiriman dalam kota sebesar 60 persen dan pengiriman antar-kota sebesar 40 persen. Model bisnis pun juga mengalami pergeseran. Model bisnis yang mengalami penurunan adalah business to business. Sedangkan yang mengalami kenaikan yakni business to consumer dan consumer to consumer.
Melonjaknya model business to customer juga disebabkan oleh keberadaan bisnis entitas seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee, dan lain sebagainya. Keberadaan bisnis entitas menyebabkan proses pengiriman menjadi lebih efisien, jika dibandingkan dengan proses transaksional pada waktu pengiriman dengan menghubungi kurir.
Cara tersebut, kata Kuncoro, memberikan kepastian waktu hingga kepastian tidak ada kerusakan barang yang menyebabkan biaya dan kualitas pelayanan perusahaan logistik dan penyedia saja kurir menjadi prioritas utama.
"Secara umum ya kita kembalikan lagi bahwa perusahaan logistik dan penyedia jasa kurir ini membantu antara yang punya barang dan butuh barang. Prinsipnya yang membantu jangan sampai membebani yang dibantu," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: