Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Begini Cara Meracik Strategi Investasi yang Ciamik di Penghujung Tahun

Begini Cara Meracik Strategi Investasi yang Ciamik di Penghujung Tahun Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Jumlah infeksi harian dan kasus aktif Covid-19 di Indonesia sudah mengalami penurunan yang signifikan dan disertai oleh pelonggaran dari kebijakan PPKM. Hal ini memberikan ekspektasi bahwa ekonomi Indonesia dapat berputar lebih baik lagi setelah tersendat karena diberlakukannya kebijakan PPKM sejak awal bulan Juli. 

President Director PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen Lilis Setiadi menjelaskan penurunan jumlah kasus COVID-19 serta percepatan vaksinasi memainkan peranan penting dalam menentukan seberapa cepat pemulihan perekonomian Indonesia. “Hal ini juga membuat market bergerak ke arah tren yang positif,” kata Lilis dalam acara BizInsight “Strategi Investasi Q4/2021” yang diadakan Bank Commonwealth, Jakarta, Selasa (28/9/2021). 

Lilis menambahkan, dari sisi ekonomi global, pelaku pasar saat ini fokus pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) bulan September atau November untuk melihat pedoman lebih lanjut mengenai tapering. Jika mengacu pada tapering pada tahun 2013, the Fed membutuhkan waktu sepuluh bulan (Desember 2013 – Oktober 2014) untuk menyelesaikan tapering-nya dan suku bunga naik 14 bulan setelah tapering berakhir.

Baca Juga: Investasi Energi Terbarukan Terus Meningkat, di Indonesia Penuh dengan Tantangan

Sementara itu, dari sisi domestik, ada beberapa katalis positif seperti cadangan devisa Indonesia yang tercatat cukup tinggi pada bulan Agustus sebesar USD 144,8 miliar, PMI manufaktur Indonesia pada bulan Agustus meski masih berada di zona kontraksi di level 43,7, tapi mulai ada perbaikan dibandingkan dari bulan Juli yang berada di level 40,1, Bank Indonesia juga masih mempertahankan suku bunga acuan yang rendah di level 3,5% pada Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia bulan September. Keputusan tersebut diambil karena perlunya bank sentral untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan sistem keuangan di tengah perkiraan inflasi yang rendah serta upaya mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. 

Chief of Retail & SME Business Bank Commonwealth Ivan Jaya optimistis masih ada secercah harapan hingga saat ini karena secara historis performa pasar saham di kuartal IV mencatatkan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan kuartal lainnya. Berdasarkan historical data, dalam 10 tahun terakhir, rata- rata kinerja IHSG pada kuartal keempat sebesar 5,34%. Ditambah meningkatnya kesadaran berinvestasi di masyarakat. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa per bulan Agustus, pasar modal Indonesia telah memiliki 6,1 juta investor atau naik 99% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Dari ke semua investor tersebut, kebanyakan adalah investor berusia 30 tahun ke bawah. 

Ivan melanjutkan, ke depannya, salah satu potensi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat berasal dari sektor new economy yang berbasis pada teknologi. Saat ini, emiten new economy masih relatif sedikit dengan kapitalisasi pasar yang juga belum terlalu besar. Namun dengan adanya emiten new economy yang melantai, diperkirakan akan mengubah struktur bursa saham Indonesia.

Baca Juga: Sektor Properti Dinilai Jadi Pilihan Investasi Paling Tepat untuk Situasi seperti Pandemi

Diharapkan emiten new economy ini memiliki valuasi dan kapitalisasi pasar yang besar sehingga ke depan seperti halnya indeks di negara maju, IHSG akan didominasi oleh sektor teknologi yang cenderung memiliki pertumbuhan yang tinggi. Di sisi lain, dana yang berhasil dihimpun di pasar modal mencapai Rp 257,9 triliun pada akhir Agustus atau meningkat dari periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp 118 triliun dan terdiri dari 35 emiten baru yang melakukan Initial Public Offering (IPO) pada 2021. “Pasar mulai menggeliat lagi,” ujar Ivan. 

Meski demikian, Ivan menyebutkan hal-hal yang perlu diperhatikan investor pada kuartal terakhir 2021 adalah rencana bank sentral AS untuk melakukan pengurangan pembelian aset atau yang disebut tapering-off, dimana pada tahun 2013 ketika tapering dilakukan sempat membuat tantrum di pasar keuangan global. Namun kali ini diperkirakan efek tapering tidak sedahsyat 2013 karena The Fed dianggap sudah mengkomunikasikan dari jauh hari. Selain itu, tingkat vaksinasi penuh (dua dosis) di AS yang sudah mencapai 55% populasi (sekitar 180 juta orang) akan membuat negara dengan ekonomi terbesar ini pulih lebih cepat. Begitu pula dengan tingkat vaksinasi di Indonesia yang telah mencapai sekitar 80 juta (29,7% populasi) untuk vaksinasi dosis pertama. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: