Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah menilai, ketentuan Bab V dalam Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) dapat memicu terjadinya oligarki pengelolaan sumber daya alam (SDA) serta energi baru dan terbarukan (EBT).
Bab yang mengatur tentang Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak tersebut menyebutkan harta bersih wajib pajak (WP) secara sukarela dapat dikenakan tarif pajak hanya sebesar 6% dengan ketentuan harta yang dimaksud telah diinvestasikan kepada kegiatan usaha sektor pengelolaan SDA atau EBT di Indonesia.
Baca Juga: Ada Pasal Karet di RUU HPP, Pasal yang Mana?
"Takutnya ini akan membuat pengelolaan SDA dan EBT menjadi tidak efisien karena mereka masuk melalui koneksi politik setelah mengikuti tax amnesty dan bukan karena kapabilitas. Jadi, tidak ada persaingan usaha yang sehat," kata Rusli dalam Diskusi Publik INDEF, Rabu (6/10/2021).
Di sisi lain, program pengampunan pajak atau tax amnesty yang kemungkinan akan kembali diterapkan pemerintah kali ini berpotensi meningkatkan pajak penghasilan (PPh) untuk tahun berikutnya.
Pasalnya, pemerintah telah memiliki pengalaman dari program pengampunan pajak jilid pertama yang telah dilakukan pada 2016-2017 lalu. Hal ini dapat menjadi dasar bagi pemerintah untuk menambah basis Wajib Pajak (WP).
"Tax amnesty pertama itu menjadi sesuatu yang baik karena dengan ada declare harta, pemerintah menjadi tahu untuk menambah basis WP. Dengan ini, diharapkan PPh di tahun berikutnya meningkat," tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Puri Mei Setyaningrum