Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Memahami Diam Membatunya ASEAN di Balik Kesepakatan Panas AUKUS

Memahami Diam Membatunya ASEAN di Balik Kesepakatan Panas AUKUS Kredit Foto: AP Photo/Aijaz Rahi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kesepakatan trilateral antara Amerika Serikat, Inggris, dan Australia tentang pembangunan kapal selam bertenaga nuklir, yang dikenal sebagai AUKUS, menuai kecaman dari berbagai negara.

Banyak ahli percaya perjanjian itu adalah bagian dari strategi AS untuk menekan dominasi China di Asia Pasifik dengan melengkapi Australia, sekutunya di kawasan itu, dengan kapal selam bertenaga nuklir.

Baca Juga: Kesepakatan AUKUS Merupakan Pukulan Telak bagi Kontraktor Senjata, Ini Bukti-buktinya...

Menanggapi pakta tersebut, China mungkin membatalkan janjinya untuk tidak menjadi yang pertama menggunakan senjata nuklir dalam perang, kata mantan diplomat senior China. Kolumnis Muhammad Zulfikar Rakhmat, menulis analisisnya dalam kolom The Conversation, dilansir Rabu (13/10/2021).

Penolakan juga datang dari sekutu AS, Prancis, setelah perjanjian itu membuat Australia membatalkan kontrak 2016 dengan Prancis untuk membangun 14 kapal selam diesel-listrik senilai US$40 miliar.

Namun, tidak ada pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh badan multilateral Asia Tenggara, Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), meskipun perjanjian tersebut mungkin memiliki dampak politik yang signifikan di kawasan tersebut.

Diamnya ASEAN tidak mengejutkan karena kebijakan non-intervensi badan tersebut. Namun, kami berpendapat bahwa keheningan juga dipicu oleh perpecahan di antara negara-negara anggota ASEAN dengan pandangan yang berbeda tentang kehadiran China di kawasan tersebut.

Kelompok terbagi

Tanggapan dari sepuluh negara di Asia Tenggara terhadap kesepakatan AUKUS berbeda-beda. Beberapa mendukung kesepakatan tersebut, dan beberapa menentangnya.

Hubungan antara masing-masing negara dan Cina tampaknya telah mempengaruhi sikap yang berbeda ini.

Filipina berselisih dengan China atas wilayah Kepulauan Spratly di Laut China Selatan.

Meskipun Filipina telah memenangkan kasus arbitrase setelah mengajukan keberatan atas klaim China di pulau itu pada tahun 2016, China masih aktif di sekitar wilayah tersebut. Dengan demikian, mendukung kerjasama dengan aliansi AUKUS merupakan peluang bagi Filipina untuk menghentikan China.

Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin mengatakan Australia dapat meningkatkan responnya terhadap ancaman di kawasan Asia Tenggara sebagai negara yang dekat dengan negara-negara ASEAN. Ancaman yang dimaksud adalah keberadaan ratusan kapal milisi maritim China di zona ekonomi eksklusif Filipina.

Bergabung dalam kelompok pendukung dengan Filipina adalah Singapura, yang berharap aliansi trilateral ini dapat berkontribusi dalam menciptakan stabilitas dan perdamaian di kawasan.

Demikian pula Vietnam diyakini akan menerima pakta AUKUS, meski belum mengeluarkan pernyataan resmi.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: