Lagi-lagi Pakar Bilang AUKUS Seharusnya Jadi Peringatan Keras buat Indonesia
Kemitraan keamanan baru-baru ini antara Australia, Inggris (UK), dan Amerika Serikat (AS), yang dijuluki sebagai AUKUS, telah memicu berbagai kekhawatiran di Indo-Pasifik tentang masa depan perdamaian dan stabilitas di kawasan itu.
Terlepas dari beberapa rilis resmi bahwa langkah itu tidak dimaksudkan sebagai penyelarasan terhadap negara tertentu, citra struktural yang timbul dari persaingan China vis-a-vis AS telah terlalu jelas untuk beberapa negara di kawasan ini, terutama negara-negara Asosiasi Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) seperti Indonesia.
Baca Juga: Kritik Putin Soal AUKUS Keras, Berharap Nihil Skenario Buruk yang Tak Terduga
Bersamaan dengan Malaysia, Indonesia telah menanggapi dengan menyatakan bahwa Australia harus mematuhi prinsip bertetangga yang baik mengingat statusnya sebagai Mitra Dialog ASEAN yang mengharuskan bergabung dengan Traktat Persahabatan dan Kerjasama serta komitmen terhadap prinsip non-proliferasi dan Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS).
Indonesia memiliki dua kekhawatiran atas langkah Australia untuk bergabung dengan AUKUS. Pada tingkat pertama, terlepas dari kenyataan bahwa ini hanya berfokus pada pengembangan kapal selam berbahan bakar nuklir, teknologi ini dapat membawa Australia selangkah lebih dekat untuk memperoleh persenjataan nuklir lengkap yang pada gilirannya dapat bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar ASEAN.
Yang kedua terkait dengan rantai aksi dan reaksi yang mungkin disebabkan oleh pengenalan AUKUS, terutama dalam hal kompetisi angkatan laut. Pada minggu yang sama dengan pengumuman AUKUS, kapal perusak China Kunming-172 dilaporkan mengintimidasi nelayan lokal di Laut Natuna Utara, di mana klaim Indonesia atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) bersinggungan dengan klaim sembilan garis putus-putus China yang sangat disengketakan.
Indonesia dikenal sebagai negara maritim penting di mana beberapa chokepoint terpenting dunia berada. AUKUS telah menargetkan beberapa inisiatif mulai dari pengembangan kapal selam hingga keamanan siber dan teknologi canggih lainnya.
Jakarta dapat dengan mudah memahami perlunya kemitraan yang lebih kuat untuk menjaga kemungkinan gangguan terhadap rantai pasokan dan konektivitas fisik serta digital. Namun, kerja sama akumulatif dari AS dan sekutunya mulai dari pengembangan angkatan laut hingga keamanan siber dapat lebih memprovokasi China.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto