Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hak Jawab atas Pemberitaan Putusan MA Soal Hak Asuh Anak Penuh Kontroversi

Hak Jawab atas Pemberitaan Putusan MA Soal Hak Asuh Anak Penuh Kontroversi Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Yang bertanda tangan di bawah ini Dr Amir Syamsudin, SH, MH; S. Hardina, SH; Marisa Iskandar, SH, LL.M; Adidarmo Pramudji, SH; Ivonne Woro Respatiningrum, SH, CN, MH., advokat dan konsultan hukum pada Law Office Amir Syamsudin & Partners, alamat Menara Sudirman, 9th Floor, Jalan Jend. Sudirman Kav. 60, Jakarta 12190, selaku kuasa hukum, bertindak untuk dan atas nama klien kami Prithvi Suresh Vaswani, berdasarkan surat kuasa khusus Nomor: 230/AS/21, tertanggal 25 Oktober 2021 (copy terlampir), dengan ini membuat dan mengajukan hak jawab, dengan dasar-dasar sebagai berikut:

1. Bahwa tidak benar pernyataan-pernyataan atau statement berita yang dimuat di dalam media WartaEkonomi.co.id, pada artikelnya tertanggal 22 Oktober 2021 yang berjudul Putusan MA Soal Hak Asuh Anak Penuh Kontroversi, Elza Syarief Minta Bantuan Presiden, yang menyebutkan "keputusan Mahkamah Agung (MA) terkait pemberian hak asuh anak kepada Prithvi Suresh Vaswani penuh kontroversi. Pasalnya, keputusan tersebut dianggap bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku."

Hal tersebut kami bantah, karena faktanya Kuasa Hukum Roshni yaitu Elza Syarief tidak mempunyai bukti yang membuktikan putusan hakim MA tersebut cacat hukum. Apalagi, hingga hari ini, kami juga belum menerima pemberitahuan putusan kasasi tersebut.

2. Bahwa tidak benar pernyataan atau statement berita yang dimuat di dalam media WartaEkonomi.co.id  tanggal 22 Oktober 2021 yang menyebutkan "Jadi Roshni ini merupakan  korban KDRT oleh saudara Prithvi. Prithvi merupakan suami Roshni (korban) yang sempat menggugat cerai pada 29 April 2019.....dst,"

Hal tersebut kami bantah karena faktanya tidak ada satu pun putusan pengadilan yang membuktikan dan memutus Prithvi melakukan kekerasan secara fisik dan verbal terhadap Roshni.

Apalagi Prithvi sebelumnya juga pernah mengajukan gugatan cerai yaitu pada Juni 2015 terhadap Roshni yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Jakarta Selatan pada tanggal 15 Juni 2015 dengan Register Nomor 366/Pdt.G/2015/PN.Jkt-Sel, dikarenakan antara Roshni dan Prithvi sering terjadi percekcokan/pertengkaran yang terus-menerus.

Dan atas gugatan cerai tersebut, Roshni membuat Surat Pernyataan yang dibuat dan ditandatangani sendiri oleh Roshni tertanggal 28 Juli 2015, yang menyebutkan bahwa Roshni memohon dan berjanji kepada Majelis Hakim dalam perkara tersebnt agar memberikan kesempatan kepadanya untuk memperbaiki sikap atau perilakunya dalam waktu dua bulan sehingga atas pernyataan dari Roshni tersebut, pada tanggal 7 September 2015, Prithvi mencabut gugatannya.

Namun ternyata Roshni tidak memenuhi janjinya yaitu tidak memperbaiki sikap atau perilakunya yang selalu boros dan tidak mengurus anak sehingga mengakibatkan percekcokan terus-menerus terjadi, yang menyebabkan Prithvi kembali mengajukan gugatan cerai dan Hak Pengasuhan Anak pada tanggal 26 April 2019 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan register perkara nomor 391/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Sel.

3. Selanjutnya kami juga membantah pernyataan atau statement dari Kuasa Hukum Roshni yaitu Elza Syarief yang menyebutkan "Jika merujuk pada putusan awal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan sesuai ketentuan hukum dalam Yurisprudensi MA RI Nomor 126K/Pdt/2021 maka hak asuh anak jatuh ke tangan Roshni".

Hal tersebut tidak benar, karena faktanya putusan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bukan merupakan putusan yang final dan belum berkekuatan tetap (Incraht), sehingga putusan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut tidak dapat dijadikan dasar dalam menentukan hak asuh anak jatuh ke tangan Roshni.

4. Bahwa kami juga membantah pernyataan atau statement dari Kuasa Hukum Roshni yaitu Elza Syarief yang menyebutkan: "Namun masalah baru muncul ketika Prithvi mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sebagaimana Putusan Nomor 38/PDT/2021/PT.DKl. Di sinilah timbul kontroversi, sebab dalam amar putusannya telah menjatuhkan putusan hak asuh anak diberikan kepada Prithvi yang nyatanya bertentangan dengan ketentuan Yurisprudensi MA RI Nomor 126 K/Pdt/2001".

Pernyataaan tersebut kami bantah, karena faktanya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku menyebutkan majelis hakim dalam memutus suatu perkara tidak wajib mengacu pada yurisprudensi Mahkamah Agung. Dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah tepat dan benar dalam menjatuhkan hak asuh anak kepada Prithvi karena putusan tersebut didasarkan pada keterangan saksi-saksi di persidangan sehingga diperoleh fakta: (1) Tergugat (Roshni) boros, senang berbelanja untuk kepentingan sendiri mencapai Rp45.000.000,- dalam satu hari, (2) Tergugat (Roshni) hampir setiap hari datang dan berbelanja di mall untuk kepentingan pribadinya, (3) Tergugat (Roshni) pernah muntah di dalam mobil karena minum alkohol, (4) Tergugat (Roshni) tidak mengurus anak-anaknya, kepentingan anak diserahkan ke baby sitter, (5) Tergugat sering memberitahukan pada anak laki-lakinya bahwa bapaknya (penggugat/Prithvi) sering mabuk, (6) Anak laki-laki dari tergugat dan penggugat bernama Akash Prithvi Vaswani Parwani tidak sekolah lagi dan ada perubahan kepribadian menjadi anak yang pendiam, dan Tergugat (Roshni) tidak setuju anak tersebut dibawa ke psikiater, (7) Tergugat (Roshni) sering datang ke dukun, sehingga sering menabur garam, paku di kamar saksi Suresh G Vaswani/bapak suami Tergugat (Prithvi). (8) Tergugat (Roshni) pernah bertindak kasar dan mencakar anaknya ....dst" (Vide halaman 16 dan 17 pada Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 38/PDT/2021/PT.DKI).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: