Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Simplifikasi Bisa Jadi Lonceng Kematian IHT

Simplifikasi Bisa Jadi Lonceng Kematian IHT Kredit Foto: Antara/Adeng Bustomi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dorongan agar Pemerintah segera memberlakukan simplifikasi pada industri hasil tembakau (IHT) terus bergulir. Simplifikasi seperti apa yang hendak diterapkan Pemerintah juga belum jelas. Sejauh ini ada dua konsep simplifikasi yang diperkirakan akan dipakai Pemenrintah.

Pertama, berdasarkan jenis produk. Konsep ini pada dasarnya ingin nantinya hanya ada 2 jenis rokok saja yakni, buatan mesin dan buatan tangan. Kedua, berdasarkan golongan produk. Penggolongan produk, yang saat ini berjumlah 10, akan dikurangi menjadi setengahnya.

Kedua konsep simplifikasi ini mengharuskan semua pelaku IHT, dari golongan bawah hingga atas, membayar tarif cukai yang sama, meski volume produksi mereka jauh berbeda.

Hal ini tentu akan membuat industri rokok kecil mati dan terpaksa gulung tikar, karena ketidakmampuan mereka membayar tarif cukai dengan nilai yang sama dengan produsen rokok besar.

Simplifikasi akan menciptakan pasar oligarki yang tidak sehat. Pihak-pihak yang menginginkan simplifikasi ini ingin agar pabrikan lain mati, karena akan membuat semua pabrikan dipaksa untuk membayar cukai tinggi, sehingga mereka berhadapan langsung dengan produsen terbesar yang tentunya akan menang dan menguasai pasar, sementara perusahaan di bawahnya akan rontok dan mati.

Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, menjelaskan bahwa masing-masing golongan rokok memiliki pangsa pasar sendiri-sendiri. Jika simplifikasi golongan cukai diberlakukan, ini justru akan mengganggu mekanisme pasar yang terbentuk secara ideal di tanah air. 

Menurut Henry, dampak terbesar dari simplifikasi adalah bergugurannya pabrik rokok kecil dan menengah.

"Buat industri yang ada di GAPPRI, kami kan mulai dari golongan besar sampai kecil, golongan 1, golongan 2, golongan 3. Kalau terjadi simplifikasi berarti golongan kecil harus naik ke atas, padahal pasarnya kan belum tentu sanggup. Ini akan membuat pabrik rokok kecil berguguran. Nah, ini nantinya justru akan diisi oleh rokok ilegal," ujarnya. 

GAPPRI menganggap struktur tarif cukai yang sudah berlaku saat ini, baik pengaturan untuk SKM, SPM, maupun SKT itu adalah yang paling ideal.

Dengan kondisi sekarang ini, 10 layer IHT, khususnya kretek, sudah sangat ideal. Henry menambahkan bahwa dari 2010 sebenarnya sudah terjadi simplifikasi dan terlihat sangat jelas kalau indutrinya langsung turun secara drastis. 

“Harapan kami, industri ini tolong jangan diganggu lagi dengan regulasi-regulasi yang semakin memberatkan,” ujarnya.

Dalam kesempatan berbeda, Kepala Subdirektorat Tarif Cukai dan Harga Dasar, Direktorat Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, Akbar Harfianto, memaparkan bahwa data volume penjualan IHT di tahun 2021 masih mengalami penurunan, dengan perkiraan di angka 0,6%. “Proyeksi penurunan 0,6%, namun data ini belum utuh, karena masih berjalan sampai dengan akhir Oktober 2021,” jelasnya.

Menurutnya, penurunan ini tidak terlalu drastis, tapi ia juga menganalisa bahwa ini merupakan low base effect, karena di tahun 2020 terjadi penurunan yang sangat tinggi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: