Masih Dihantui Pandemi, Industri Hasil Tembakau Butuh Stimulus, Bukan Kenaikan Cukai
Di sisi lain, untuk segmen rokok mesin, Mukhtarudin menilai seharusnya juga tidak eksesif seperti kenaikan CHT pada dua tahun belakangan dan bisa dilakukan secara moderat yang disesuaikan dengan inflasi.
“Menurut saya ini win-win solution, di mana industri tetap dapat bertahan, tenaga kerja terlindungi dari PHK, dan tujuan pengendalian konsumsi dapat tercapai,” jelas Muhktarudin.
Sementara itu, Direktur Industri Minuman, Industri Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Edy Sutopo juga menyatakan keresahan yang sama, yakni pentingnya mempertimbangkan keadaan industri saat menetapkan kebijakan CHT.
“Kami kurang sepakat jika cukai dinaikkan terlalu tinggi. Harus hati-hati tentang kenaikan tarif CHT ini, karena Indonesia masih membutuhkan itu. Kalau industri ini suffer, ini akan berdampak pada penerimaan negara,” katanya dalam Webinar Diseminasi Riset Dampak Makroekonomi Cukai Rokok di Indonesia.
Selain itu, kata Edy, yang perlu dipahami ketika membahas CHT adalah dampaknya terhadap IHT, petani dan juga buruh. Pasalnya, peranan ketenagakerjaan pada sektor ini cukup besar.
“Sepanjang 2020 itu ada 4.500 tenaga kerja IHT yang di-PHK. Kami berkali-kali mendapat keluhan dari petani karena dengan penurunan produksi rokok, penyerapan terhadap bahan baku tembakau makin seret,” ujarnya.
Dia berharap masyarakat kecil seperti petani dan buruh tidak dikesampingkan dalam merumuskan sebuah kebijakan CHT 2022.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: