Pantes Peraturannya Rada Ngeselin, Eh Terendus Juga Ada Nama Pejabat di Bisnis PCR
Pendiri lembaga survei KedaiKopi Hendri Satrio, mengaku kecewa atas pemberitaan yang menyebut para pejabat meraup untung di balik bisnis tes Covid-19.
Menurut dia, selama ini rakyat harus menanggung kematian dari slogan yang biasa diteriakkan beberapa pihak, NKRI harga mati.
"Abis baca laporan majalah @temponewsroom liat nama beberapa petinggi negeri di bisnis PCR, langsung otomatis geleng geleng plus elus dada, no wonder peraturan PCR rada ngeselin dan misterius, NKRI dead price u said, kami kebagian "dead" terus, Bah! #Hensat," cetusnya dalam akun Twitternya, seperti dilihat, Selasa (2/11/2021).
Baca Juga: Luhut Dituding Terlibat Bisnis PCR, Begini Tangkisannya...
Seperti dilansir Majalah Tempo, diduga dua perusahaan terafiliasi dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, yakni PT Toba Sejahtra dan PT Toba Bumi Energi yang tercatat mengempit saham di PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) yang mengoperasikan GSI Lab.
Baca Juga: Bukan Opung Luhut, Ini Dia Sosok yang Dipercaya Jokowi
Sementara itu, Menko Luhut melalui Juru bicaranya, Jodi Mahardika menjelaskan bahwa Perusahaan Toba Bumi Energi adalah anak perusahaan Toba Bara Sejahtera.
Baca Juga: Wanginya Makin Semerbak, Media China Elu-elukan Nama Luhut
Ia mengatakan Luhut hanya memiliki saham di bawah 10 persen di Toba Bara Sejahtera dan bukan sebagai pengontrol mayoritas di Toba Bara Sejahtera.
"Jadi Pak Luhut tidak memiliki kontrol mayoritas di TBS, sehingga kita tidak bisa berkomentar terkait Toba Bumi Energi,” ucapnya dikutip dari RMOL.
Adapun terkait tudingan yang mengatakan bahwa pembantu Jokowi terafiliasi PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI), perusahaan penyedia jasa tes Covid-19, Jodi juga memberikan penjelasan.
Kata Jodi, kala itu Luhut diajak oleh teman-teman dari Grup Indika, Adaro, Northstar, yang memiliki inisiatif untuk membantu menyediakan tes Covid dengan kapasitas tes yang besar. Sebab, dikatakan Jodi, waktu tes Covid-19 di awal pandemi ketersediaan masih menjadi kendala.
"Total kalau tidak salah ada 9 pemegang saham di situ. Yayasan dari Indika dan Adaro adalah pemegang saham mayoritas di GSI ini,” katanya.
Jodi menerangkan bahwa GSI adalah grup perusahaan besar yang bisnisnya sudah well established dan sangat kuat di bidang energi.
Diterangkan Jodi, penyediaan tes Covid-19 yang dilakukan GSI bukan bertujuan untuk mencari keuntungan bagi para pemegang saham.
"Sesuai namanya GSI ini Genomik Solidaritas Indonesia, memang ini adalah kewirausahaan sosial. Malah diawal-awal GSI ini gedungnya diberikan secara gratis oleh salah satu pemegang sahamnya, agar bisa cepat beroperasi pada periode awal dan membantu untuk melakukan testing Covid-19,” ucapnya.
Sampai saat ini, lanjut Jodi, tidak ada pembagian keuntungan dalam bentuk dividen atau bentuk lain kepada pemegang saham.
"Saya lihat keuntungan mereka malah banyak digunakan untuk memberikan test swab gratis kepada masyarakat yang kurang mampu dan petugas kesehatan di garda terdepan, kalau tidak salah lebih dari 60 ribu tes yang sudah dilakukan untuk kepentingan tersebut, termasuk juga membantu di wisma atlet,” ujarnya.
Dia menambahkan partisipasi Menko Luhut di GSI merupakan bagian dari usaha Luhut untuk membantu penanganan pandemi di masa awal masuknya virus tersebut ke Indonesia.
“Selain tadi donasi pemberian alat-alat test PCR dan reagen yang diberikan kepada fakultas kedokteran di beberapa kampus seperti yang saya sebutkan diatas. Pak luhut juga ikut membantu Nusantics, salah satu start up dibidang bioscience, untuk membuat reagen PCR buatan anak bangsa yang saat ini diproduksi oleh Biofarma,” katanya.
"Jadi tidak ada maksud bisnis dalam partisipasi Toba Sejahtra di GSI, apalagi Pak Luhut sendiri selama ini juga selalu menyuarakan agar harga tes PCR ini bisa terus diturunkan sehingga menjadi semakin terjangkau buat masyarakat,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil