Amerika Dibuat Bingung, Sistem Pertahanannya Gagal Bendung Serangan Drone Pembunuh Irak
Komando Operasi Gabungan Irak (JOC) mempertanyakan instalasi roket, artileri, dan mortir (C-RAM) militer Amerika Serikat (AS) tidak dapat dioperasikan selama serangan di kediaman Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi pada Minggu (7/11/2021). Padahal area itu berada di Zona Hijau yang menampung Kedutaan Besar AS dan gedung diplomatik lainnya.
"Kami sedang mendiskusikan masalah ini dengan pihak Amerika dan pejabat dari Kedutaan Besar AS. Ini adalah masalah yang harus disoroti dan dijelaskan oleh para ahli,” kata juru bicara JOC Mayjen Tahsin al-Khafaji dikutip oleh PressTV Iran.
Baca Juga: Amerika, Dengar! Iran Ingin Jaminan Kesepakatan Nuklir Tidak Ditinggal Jika Dihidupkan Lagi
Saat beroperasi, sistem C-RAM membunyikan sirene untuk memperingatkan potensi serangan yang masuk. Alat ini menembakkan senapan mesin cepat untuk menembak jatuh target udara musuh.
Sistem itu dipasang dan diaktifkan tahun lalu di tengah serangan berulang-ulang di Zona Hijau oleh artileri roket milisi setelah pembunuhan AS pada Januari 2020 terhadap komandan senior anti-teror Iran Qassem Soleimani. Setelah dipasang, sistem tersebut telah berulang kali digunakan untuk melindungi wilayah udara Zona Hijau.
Namun, perangkat itu tidak selalu akurat. Tembakan roket yang diluncurkan ke Zona Hijau pada Februari gagal mengaktifkan sistem, dilaporkan setelah diproyeksikan bahwa roket tidak akan mendarat di dalam kompleks diplomatik.
Juru bicara Blok Al-Sadiqoun sayap politik kelompok paramiliter Asa'ib Ahl al-Haq Syiah, Mahmoud al-Rubaie, telah menuduh laporan penonaktifan instalasi C-RAM AS selama upaya al-Kadhimi mungkin merupakan indikasi bahwa insiden itu adalah serangan palsu. Dia mengklaim ledakan fiktif dan tembakan di kediaman perdana menteri ditujukan untuk menyembunyikan kejahatan dan ditakdirkan untuk menarik perhatian publik.
Pernyataan al-Rubaie mengacu pada bentrokan kekerasan antara pasukan keamanan di Baghdad dan pengunjuk rasa yang berdemonstrasi menentang hasil pemilihan 10 Oktober. Hingga saat ini tidak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan akhir pekan itu.
Komandan senior di kelompok militan Kata'ib Hizbullah Irak, Abu Ali al-Askari, menentang narasi plot pembunuhan. Dia mengklaim tidak ada seorang pun di Irak yang mau menyia-nyiakan drone dan menerbangkannya di atas kediaman perdana menteri. Dia menuduh bahwa berperan sebagai korban adalah taktik yang sudah usang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: