Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bekas Penasihat Trump Bilang Amerika Hanya Perlu Agama Tunggal Memicu Kontroversi

Bekas Penasihat Trump Bilang Amerika Hanya Perlu Agama Tunggal Memicu Kontroversi Kredit Foto: Instagram/Donald Trump
Warta Ekonomi, Washington -

Mantan penasihat keamanan nasional Donald Trump, Michael Flynn, memicu kontroversi dengan menyatakan hanya perlu satu agama di Amerika Serikat (AS). Pernyataan ini disampaikan saat berpidato di depan umat Kristen konservatif dalam tur "ReAwaken America" di Texas akhir pekan ini.

"Jika kita ingin memiliki satu bangsa di bawah Tuhan, yang mana kita harusĀ  miliki, kita harus memiliki satu agama. Satu bangsa di bawah Tuhan dan satu agama di bawah Tuhan, kan? Kita semua, bekerja sama," kata Flynn dikutip dari CNN.

Baca Juga: Donald Trump Telan Kerugian Bertubu-tubi, Bisnis Hotelnya Rugi hingga Rp992 Miliar!

Pesan Flynn iniĀ  merupakan kontradiksi dari Amandemen Pertama yang melindungi kebebasan beragama. Komentar itu pun mendapatkan reaksi keras dari berbagai pihak.

"Mike Flynn hari ini bukanlah Mike Flynn sebelum 2014 yang saya tahu," kata mantan Direktur Intelijen Nasional James Clapper.

Pensiunan Letnan Jenderal dan analis keamanan nasional Mark Hertling melontarkan pernyataan Flynn sebagai tindakan memalukan bagi Angkatan Darat AS.

"Kata-katanya menjijikkan," katanya di Twitter.

Sejumlah anggota parlemen Demokrat juga membidik komentar Flynn. Perwakilan dari Minnesota Demokrat Ilhan Omar menyatakan, Flynn sebagai pembenci Konstitusi AS. Sementara Ted Lieu dari perwakilan untuk California menulis "Tentu senang kita hidup di Republik Konstitusional daripada teokrasi."

"Saya Katolik dan apakah kami benar-benar ingin pemerintah memaksa semua orang untuk mengaku dosa? Saya dibaptis di perguruan tinggi dan kursus Gereja itu sangat lama. Michael Flynn akan tertidur di kelas Gereja," tulis Lieu di Twitter.

Sebelum pernyataan kontroversi itu, Flynn sudah tersandung dengan berbagai kasus, termasuk mengaku bersalah pada 2017 karena berbohong kepada FBI atas percakapannya dengan duta besar Rusia dalam campur tangan Rusia 2016.

Ketika kasusnya mengarah ke kemungkinan hukuman penjara singkat, secara terbuka berkampanye untuk pengampunan, yang akhirnya diterima oleh Donald Trump pada November 2020.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: