Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tolong Didengar Omongan G7: Pemilu Hong Kong Gak Demokratis, Isinya Terbongkar...

Tolong Didengar Omongan G7: Pemilu Hong Kong Gak Demokratis, Isinya Terbongkar... Kredit Foto: Reuters/Stefan Rousseau
Warta Ekonomi, New York -

Negara-negara maju yang tergabung dalam Kelompok G7, mengkritisi pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) di Hong Kong. Pemilu yang berlangsung pada Minggu (19/12/2021) itu dianggap sebagai pengekangan terhadap demokrasi.

Pemilu Hong Kong kali ini dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang (UU) Pemilu yang baru. Di mana hanya calon-calon yang setia pada China yang bisa mencalonkan diri menjadi anggota legislatif Hong Kong.

Baca Juga: Mimpi Bangun Negara Visi Demokrasi Sama, G7 Banyak Khawatirkan China

Menurunnya demokrasi di salah satu pusat bisnis dunia itu, juga tercermin dari tingkat partisipasi pemilih. Hanya diikuti sekitar 30 persen pemilih, dari 4 juta lebih warga Hong Kong yang memiliki hak pilih.

Angka itu yang terendah sejak Hong Kong kembali ke China pada 1997. Pada Pemilu terakhir 2016, tingkat partisipasi mencapai 58 persen. Sedangkan pada pemilihan Dewan Distrik 2019, ketika tokoh-tokoh pro-demokrasi menang telak, tingkat partisipasi pemilih mencapai rekor 71 persen.

Situasi tersebut menuai reaksi dari para Menteri Luar Negeri (Menlu) G7. Bersama-sama, mereka mengungkapkan keprihatinan atas terkikisnya demokrasi dalam sistem pemilihan Hong Kong.

Mereka mengatakan, proses pemeriksaan terhadap para kandidat, sangat membatasi pilihan warga di surat suara. Serta merusak otonomi tingkat tinggi yang sebelumnya dilaksanakan di Hong Kong, di bawah prinsip Satu Negara, Dua Sistem, prinsip yang disepakati saat Inggris menyerahkan wilayah itu ke China.

Para Menlu dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat (AS), meminta China memulihkan kepercayaan pada lembaga-lembaga politik Hong Kong. Mereka juga meminta diakhirinya pengekangan dan tekanan tanpa alasan jelas terhadap mereka yang mempromosikan nilai-nilai demokrasi dan kebebasan.

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa (UE) Josep Borrell mengatakan, pemilihan itu adalah “langkah lain dalam pembongkaran prinsip Satu Negara, Dua Sistem”.

“Kami menyerukan otonomi tingkat tinggi. Serta penghormatan terhadap hak asasi manusia, kebebasan, prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum di Hong Kong,” tegas Borrell.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: