Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ekonom Nilai Permasalahan Struktural Perekonomian RI 2021 Belum Diselesaikan dengan Baik

Ekonom Nilai Permasalahan Struktural Perekonomian RI 2021 Belum Diselesaikan dengan Baik Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Sukarno Hatta, Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (8/8/2021). Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2021 sebesar 7,07 persen. | Kredit Foto: Antara/Abriawan Abhe
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ekonom sekaligus Co-founder Narasi Institute, Fadhil Hasan, menyoroti permasalahan struktural perekonomian negara selama 2021. Menurutnya, persoalan tersebut masih belum terselesaikan dengan baik.

"Persoalan-persoalan struktural sebagai akibat dari Covid-19 juga masih belum terselesaikan dengan baik. Misalnya, meningkatnya kemiskinan, pengangguran, ketimpangan, beban utang. Ini merupakan persoalan yang belum diselesaikan dengan baik," kata Fadhil dalam "Zoominari Kebijakan Publik: Evaluasi dan Outlook 2022 Ekonomi Politik Indonesia", Jumat (31/12/2021).

Baca Juga: Cerminan Ekonomi Digital 2022, Kominfo Upayakan Kolaborasi Starup dan UMKM

Mengamini hal tersebut, Kepala Ekonomi Pusat Belajar Rakyat Awalil Rizky menjelaskan tingkat pengangguran di Indonesia masih berada di level yang tinggi, bahkan belum kembali ke tingkat sebelum peristiwa krisis pada 1998.

"Ketika kita krisis di resesi 2020, jumlah penganggur meningkat 2,7 juta orang dan tingkat pengangguran naik 1,7%," ujar Awalil.

Ia menambahkan, IMF memprediksi angka pengangguran di Indonesia baru akan kembali ke capaian 2019 yang sebesar 5,28% pada 2026 mendatang. Artinya, tingkat pengangguran di Indonesia belum akan pulih pada 2022 mendatang.

Ditambah lagi dengan kian bertambahnya jumlah pekerja tidak penuh hingga pekerja di sektor pertanian selama pandemi dan masih belum menunjukkan tanda-tanda penurunan.

"Kondisi pengangguran 2021-2022 tidak membaik signifikan," imbuhnya.

Hal yang sama juga terlihat pada kondisi kemiskinan. "Bertambahnya penduduk miskin karena kondisi krisis, dalam hal ini resesi 2020, maka butuh waktu turun yang lebih lama dibanding naiknya. Belum lagi ditambah dengan mereka yang tidak miskin, tapi dekat dengan miskin," terangnya.

Awalil menilai kondisi-kondisi tersebut menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak diiringi dengan kualitas yang baik.

"Ini mengonfirmasi indikasi kurang berkualitasnya pertumbuhan ekonomi negara," tandasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: