Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pendulang Cuan di Masa Pandemi

Pendulang Cuan di Masa Pandemi Kredit Foto: Elaeis
Warta Ekonomi, Jakarta -

Saat ekonomi berbagai negara terpuruk di masa pandemi Covid-19, usaha gulung tikar dan pengangguran meningkat, sarung tangan karet justru muncul sebagai pendulang cuan. Inilah yang dirasakan oleh Sumatera Utara. Setelah CPO dan Karet, sarung tangan karet menjelma menjadi salah satu komoditas unggulan dengan pangsa pasar dunia yang cukup besar.

Oleh peluang pasar tadi, sarung tangan karet pun menjadi salah satu industri hilir padat karya prioritas. Biar makin berdaya saing, riset teknologi mandiri dilakukan demi meningkatkan produksi dan inovasi.

Baca Juga: Sawit Mampu Mengatasi Masalah Emisi Karbon Global

"Sekarang, produsen sarung tangan karet nasional sudah mampu menunjukkan eksistensinya di kancah persaingan global baik secara kualitas maupun kuantitas. Ini kelihatan dari kemampuan produksi yang lebih dari 90 persen dipasarkan ke berbagai negara di benua Amerika dan Eropa," kata M. Dani Iskandar, Staf BPS Sumatera Utara, belum lama ini, melansir Elaeis.co, Senin (3/1/2022).

Dani menjelaskan, pada tahun 2019 BPS mencatat nilai ekspor sarung tangan karet Sumatera Utara sebesar 242,50 juta dolar AS. Ini menempatkan sarung tangan karet menjadi produk ekspor kedua terbesar setelah ban dalam produk barang-barang karet hilir. Kondisi ini meningkat 56,26% di masa pandemi Covid-19 tahun 2020 yang mencapai 378,99 juta dolar AS. 

Memasuki triwulan ketiga tahun 2021, produksi sarung tangan karet meningkat 107,37% dibanding tahun 2019; mencapai 502,96 juta dolar AS. Salah satu perusahaan sarung tangan karet di Sumatera Utara, PT Mark Dynamics Tbk, memutuskan untuk melakukan ekspansi lagi dengan membangun pabrik kedua berkapasitas 600.000 pieces per bulan. Dani mengungkapkan, pabrik baru ini diharapkan akan mampu mencetak total 1,4 juta pieces per bulan.

Di tahun 2020 perusahaan ini meraih pangsa pasar sebesar 45 persen dengan kapasitas produksi 800.000 pieces per bulan. Permintaan cetakan sarung tangan global melonjak lebih dari 100 persen di mana suplai seluruh dunia hanya naik lebih kurang 30 persen.

"Karena tingginya permintaan, banyak perusahaan sarung tangan menawarkan untuk membayar lebih mahal agar bisa mendapatkan produk Mark terlebih dahulu," jelas Dani.

Sebelumnya, permintaan sarung tangan secara global diprediksikan di tahun 2020 sekitar 300 miliar pieces, tetapi permintaan di masa pandemi Covid-19 menjadi sekitar 420 miliar pieces. Pesaing utama pasar sarung tangan ini adalah Malaysia, yaitu sebesar 67%.

Kesadaran Menggunakan Sarung Tangan

Tingginya permintaan sarung tangan karet ini tak lepas dari kesadaran pemakaian sarung tangan, ditambah pula dengan diterapkannya protokol kesehatan yang lebih ketat dibandingkan masa sebelumnya. Dalam menjalani kebiasaan baru di era new normal, banyak orang memilih memakai sarung tangan latex atau karet alam dengan tujuan menghentikan penyebaran Covid-19.

Banyak orang memilih sarung tangan latex lantaran spesifikasinya yang cukup baik, bahannya cukup tipis sehingga lebih nyaman untuk digunakan. Sarung tangan ini juga memiliki sensitivitas sentuhan tingkat tinggi, aman untuk dipakai dalam waktu lama, bekerja dengan baik untuk menghindari kontaminasi dari pekerjaan yang melibatkan bahan infeksius, memiliki harga yang lebih terjangkau, sangat elastis dan kuat dan mudah terurai.

Para ahli bedah juga kebanyakan memilih menggunakan sarung tangan latex karena memiliki tingkat sensitivitas terhadap sentuhan yang tinggi. Dokter yang memberikan suntik vaksin dan tim medis yang melakukan tes PCR dan Antigen juga menggunakan sarung tangan latex.

Namun, sarung tangan latex juga memiliki kekurangan. Beberapa orang diketahui alergi terhadap latex.

Dukungan Pemerintah

Melihat masih terbukanya pangsa pasar sarung tangan global, kemampuan ekspor sarung tangan Sumatera Utara masih dapat ditingkatkan. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya strategis baik dari pemerintah maupun para pelaku usaha untuk meningkatkan daya saing industri sarung tangan karet nasional sehingga produknya mampu meraih kepercayaan pasar.

Apalagi, industri hilir berbasis karet sudah menjadi salah satu sektor prioritas yang akan dikembangkan dalam jangka menengah dan panjang. Hal ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035.

Dengan aturan tersebut, pemerintah telah memiliki landasan yang kuat untuk mengambil kebijakan-kebijakan untuk makin mendorong pertumbuhan industri berbasis karet, antara lain memberikan proteksi, mengoptimalkan iklim usaha serta pemberian berbagai macam fasilitas insentif bagi industri existing dan calon investor baru.

Dalam upaya peningkatan kinerja industri sarung tangan karet nasional, keberadaan fasilitas penelitian dan pengembangan sangat diperlukan mengingat Indonesia merupakan negara penghasil karet alam terbesar kedua di dunia setelah Thailand.

Namun, Dani menjelaskan, selama ini 80 persen produk karet alam primer Indonesia diekspor dan hanya 20 persen yang dikonsumsi dalam negeri. Dia berharap, pembangunan fasilitas penelitian dan pengembangan menjadi salah satu prioritas bagi produsen sarung tangan karet dalam rangka meningkatkan daya saing industri nasional.

"Di sisi lain, produsen sarung tangan karet dalam negeri diharapkan juga agar lebih lanjut melakukan inovasi teknologi, proses produksi, dan pengembangan produk-produk sarung tangan karet bernilai tambah tinggi. Selain itu, makin banyak menggunakan bahan baku dan bahan penolong yang berasal dari dalam negeri, meningkatkan penyerapan tenaga kerja Indonesia, dan tetap menjaga kelestarian lingkungan dengan menerapkan produksi bersih," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: