Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyampaikan beberapa poin kecurigaan atas kekerasan aparat kepada warga Wadas merupakan tindakan yang terencana.
Pasalnya, sebelum 8 Februari 2022, aparat sudah melakukan pengamanan dan pencegahan keluar masuk warga di lingkungan Wadas.
"Sejak awal kami curiga kalau ini adalah kekerasan yang direncanakan. Dan bukan hanya Februari. Tapi menjelang-menjelang Februari itu patroli semakin sering. Semakin rutin dilakukan. Ada upaya pencopotan poster dan lain-lain," kata Ketua YLBHI Muhamad Isnur saat menjadi narasumber dalam diskusi daring bertajuk 'Bekerjanya Hukum Represif: Belajar Dari Kasus Wadas di kanal YouTube LP3ES Jakarta', Sabtu (12/2/2022). Baca Juga: NU Purworejo Siap Bantu Ganjar Pranowo Dialog dengan Warga Wadas
Isnur juga menyebutkan, represifitas hukum dan negara di kasus Wadas bukan terjadi hanya kali ini saja, tapi sudah cukup panjang. Hal itu bisa dilihat dari proses awal yang disebutnya ada manipulasi proses perencanaan pertambangan.
"Jadi sejak awal warga sudah menolak rencana pembangunan tersebut. Dan saat sosialisasi pun warga sudah menyadari penolakannya. Tapi kemudian ini dianggap ketika mereka hadir, tanda tangan, dan mereka tidak tahu itu tanda tangan apa, dianggap sebagai persetujuan," paparnya.
Lebih lanjut, ia menyebutkan kekerasan yang dilakukan oleh aparat juga sudah terjadi pada 2021, tepatnya pada April.
"Ketika ada pengukuran, warga kemudian melakukan penolakan, sama direpresi juga. Kita masih ingat tahun lalu bagaimana aparat begitu brutal ya menarik, menangkap, melakukan kekerasan," sambungnya.
Namun demikian, Isnur menilai pada tahun ini bentuk kekerasan dan represifitas pemerintah dilakukan dengan cara yang selangkah lebih maju.
"Memang tahun lalu warga lebih leluasa merekam, lebih leluasa melakukan tayangan live, dan lain-lain. Kalau tahun lalu itu kan lebih warga lebih siap merekam. Tahun ini enggak. Warga menemukan misalnya sinyal tiba-tiba hilang, listrik dipadamkan. Kemudian semua upaya warga merekam itu dilarang," lanjut dia.
Terlebih lagi, kata Isnur, sejak awal Februari akses masuk Wadas sudah dijaga oleh aparat dan pengamanan dilakukan dengan dalih pandemi Covid-19. Artinya, tidak semua orang bisa memasuki Wadas.
"Jadi swab atau pandemi dijadikan alasan aparat untuk mengadang orang yang mau masuk," imbuhnya.
Maka dari itu, berdasarkan bukti-bukti tersebut, ia kemudian menilai kekerasan yang dilakukan sudah terstruktur dan sistematis.
"Dari situ kita lihat rencana dilakukan sangat sistematis, terstruktur. Bukan kemudian ini adalah kekerasan yang dilakukan di lapangan oleh oknum, enggak," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman