Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat, Ono Surono, angkat bicara soal pernyataan wayang haram dan harus dimusnahkan. Seperti diketahui sebelumnya, Ustaz Khalid Basalamah menjadi sorotan usai menyatakan bahwa wayang haram.
Menurut Ono, bangsa dan budaya merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan. Dia juga berpendapat, suatu bangsa akan dapat bertahan dari persaingan di era globalisasi saat ini dan hanyalah bangsa yang mampu mengikuti perkembangan dunia, tetapi tak melepaskan identitas budaya dan jati diri sebagai sebuah bangsa.
Baca Juga: Begini Tanggapan Mahfud MD Soal Wayang Disebut Haram, Ternyata Ia...
"Saat ini kita sudah diinfasi budaya bangsa lain sehingga menjadi ironis jika kita justru mendegradasi seni tradisi nusantara yang sangat beragam dan kaya," kata Ono kepada wartawan di Bandung, Senin (14/2/2022).
Anggota Komisi IV DPR RI ini mengatakan, beberapa hari ini ruang diskursus pelaku-pelaku kebudayaan khususnya pelestari wayang merasa terganggu dengan sikap seseorang yang mengaku ulama, bernama Khalid Basalamah, yang menyatakan wayang haram dan patut dimusnahkan. Menurutnya, hal itu merupakan sikap dan tindakan yang sangat tidak Pancasilais dan tidak tahu sejarah serta tidak mengerti Indonesia.
"Hal itu membuktikan ada upaya sistematis yang sedang dan pernah dilakukan beberapa oknum untuk mengaburkan jejak peradaban atau perjalanan kebudayaan nusantara," ungkapnya.
Ono menilai, wayang berperan besar dalam membentuk masyarakat di nusantara dan khususnya di Jawa Barat. Sementara, upaya penghilangannya, tegas dia, merupakan tindakan yang tidak patut dan tidak cerdas. Dia menyebutkan, upaya pengaburan jejak sejarah kebudayaan adalah model penjajahan gaya baru dengan cara menghilangkan dan memanipulasi kesadaran kolektif masyarakat.
"Sejatinya, sebagai manusia Indonesia yang berakal, kita tidak mudah menuduh hasil olah pikir yang dimanifestasikan dalam bentuk kesenian khususnya wayang dianggap sesat. Karena sejatinya, budaya tanpa agama tidak bagus, agama tanpa budaya tidak tepat sehingga jika bersama, budaya dan agama tentu akan menjadi seimbang dan sangat baik," jelasnya.
Berkepribadian dalam kebudayaan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah perjalanan bangsa karena sesunguhnya kebudayaan khususnya wayang merupakan keseluruhan dari hasil olah pikir dan olah fisik masyarakat untuk menjalani kehidupan sebagai manusia yang berbudaya, di mana di dalam kesenian wayang terdapat tata nilai yang layak dan perlu diserap bersama, tegasnya.
Bahkan, sejarah telah membuktikan agama dan budaya dapat berjalan beriringan tanpa saling mengerdilkan.
"Dalam banyak literasi sejarah pun kita bisa temukan fakta bahwa Seni Tradisi Wayang telah menjadi salah satu media penyebaran Islam di nusantara, khususnya bagi masyarakat Sunda di Jawa Barat. Agama Islam tersebar luas di nusantara dengan pendekatan yang berbudaya, kiranya hal tersebut dapat menjadi kesadaran kita bersama sebagai sebuah bangsa," jelasnya.
Ono kembali menegaskan pada masa Walisongo, Sunan Kalijaga merupakan wali yang sangat berpengaruh di kalangan para wali lainnya. Sunan Kalijaga adalah budayawan yang mendakwahkan Islam dengan pendekatan sosial dan budaya dalam mengajarkan Islam pada masa itu.
"Dakwah yang digunakan Sunan Kalijaga dengan kesenian rakyat berupa wayang, gamelan, gending, dan tembang. Dari situlah, kesenian wayang muncul sebagai media yang bisa digunakan untuk berdakwah," ungkapnya.
Dia menekankan, wayang sebagai sarana penyampaian ajaran Islam telah berperan sesuai dengan tempat dan zamannya dan mampu membentuk tata nilai di dalam kehidupan seseorang serta kehidupan masyarakat. Berkenaan dengan hal tersebut, Ono pun mengajak seluruh masyarakat untuk melestarikan budaya Indonesia.
Menurutnya, Wayang Golek di Jawa Barat harus ditempatkan pada posisi terhormat di tengah-tengah masyarakat karena akan sangat baik, selain sebagai sarana hiburan yang sehat, wayang golek juga berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, bahkan untuk syiar tentang tata nilai, moralitas, etika, perilaku yang sarat dengan nilai-nilai agama.
"Kudu mi indung ka waktu mi bapa ka jaman (harus beribu ke waktu dan berbapa pada zaman). JAS MERAH (jangan sekali-kali melupakan sejarah)," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Puri Mei Setyaningrum