Soal Ganti Rugi 12 Korban Herry Wirawan yang Dibebankan Negara, KPPA Sambangi Kejati Jabar
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) melakukan pertemuan dengan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat terkait vonis terdakwa pelaku tindak pidana kasus pemerkosaan, Herry Wirawan. Dalam pertemuan Jumat (18/2/2022), Kemen-PPPA memberikan sejumlah pertimbangan sebagai masukan bagi Kejati untuk mengajukan banding, khususnya terkait restitusi.
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen-PPPA, Nahar, usai pertemuan menjelaskan bahwa Menteri PPPA memberi arahan agar pihaknya mempelajari dan menindaklanjuti putusan PN Kelas 1A Bandung terkait HW tersebut.
Baca Juga: Prihatin Banyaknya Jumlah Pelajar Hamil di Luar Nikah, Menteri PPPA Komitmen Cegah Perkawinan Dini
"Pada intinya, Kemen-PPPA menghormati putusan Majelis Hakim PN Bandung yang dalam amar putusannya menjatuhkan pidana penjara seumur hidup terhadap terdakwa," jelas Nahar dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (21/2/2022).
Pertemuan yang dipimpin Kepala Kejaksaan Tinggi Jabar tersebut, selain dengan Kemen-PPPA, juga dihadiri Tim Pemprov Jabar, Atalia Ridwan Kamil-sekaligus sebagai Ketua TP PKK Jabar yang sejak awal telah mendampingi anak-anak korban selama berada di UPTD PPA Provinsi Jabar-serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Nahar mengatakan, selain pidana hukuman seumur hidup, Majelis Hakim dalam putusan tersebut juga membebankan restitusi kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak Republik Indonesia (Kemen-PPPA) serta menetapkan sembilan anak dari para korban dan anak korban agar diserahkan perawatannya kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
"Mempelajari putusan hakim terkait dengan beban yang diberikan kepada Negara mencakup hak restitusi korban dirasa tidak tepat. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2020, restitusi adalah ganti kerugian kepada korban atau keluarga yang dibebankan kepada pelaku atau pihak ketiga, dalam hal ini adalah orang dekat atau keluarga atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaku yang bisa membayarkan," kata Nahar.
Berdasarkan landasan kedua regulasi tersebut, membebankan restitusi kepada Negara dalam hal ini Kemen-PPPA menjadi kurang tepat karena kejahatan dilakukan perorangan. Kemen-PPPA merupakan pihak yang berkepentingan dari korban dan seyogianya diposisikan sebagai pendamping dalam pemanfaatan dana restitusi yang diterima korban.
Itu sebabnya, Nahar mengatakan bahwa Kemen-PPPA menilai perlu melakukan klarifikasi karena dirasakan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Kemen-PPPA mendorong agar Jaksa Penuntut Umum melakukan banding agar putusan hakim dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tanpa menghilangkan kehadiran Negara dalam melindungi dan memenuhi hak-hak anak korban," kata Nahar.
Nahar mengatakan, pertemuan tersebut memiliki kesamaan pandangan untuk mempelajari bersama putusan hakim, khususnya yang terkait dengan beban yang diberikan kepada Negara mencakup hak restitusi korban dan perawatan jangka panjang 9 anak dari 8 anak korban.
Sebelumnya, hakim memvonis terdakwa kasus pemerkosaan terhadap 13 santriwati, Herry Wirawan, hukuman penjara seumur hidup pada Selasa (15/2/2022). Herry dinyatakan bersalah karena telah memerkosa 13 santriwati hingga di antaranya mengalami kehamilan dan melahirkan.
Hakim pun berpendapat yang sama dengan jaksa bahwa perbuatan Herry itu merupakan kejahatan yang sangat serius. Herry dinyatakan oleh hakim bersalah sesuai Pasal 81 ayat (1), ayat (3), dan (5) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Puri Mei Setyaningrum