Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kisruh Kenaikan Harga Kedelai, Ini Komentar Pakar Agribisnis IPB University

Kisruh Kenaikan Harga Kedelai, Ini Komentar Pakar Agribisnis IPB University Kredit Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Persoalan naiknya harga kedelai sering kali berulang setiap tahun. Seharusnya ini menjadi pelajaran agar persoalan serupa tidak terjadi.

Dr Feryanto, Dosen Departemen Agribisnis IPB University menyampaikan hal ini sebenarnya tidak perlu terjadi. "Kita seharusnya belajar dari masa lalu. Apa masalah utamanya dan strateginya seperti apa. Ini seharusnya sudah ada jawaban. Hal ini menunjukkan adanya ketidakkonsistenan upaya pemerintah dalam mewujudkan swasembada,” ujarnya.

Baca Juga: Pengrajin Tahu di Aceh Terpaksa Kurangi Produksi Hingga 50 Persen Imbas Tingginya Harga Kedelai

Dr Feryanto melihat euforia swasembada pangan ini terkesan timbul tenggelam. Era Presiden Jokowi periode I ada jargon swasembada Pajale, ternyata pada periode kedua hilang.  “Kita tidak tahu kemana program itu. Apakah berlanjut apa tidak,” tuturnya.

Selain itu, katanya, perlunya data sebagai proses pengambilan keputusan. Dari data produksi dan kebutuhan konsumsi, bisa dihitung kebutuhan (kekurangan) kedelai.

“Sehingga kita seharusnya sudah bisa menentukan apakah kekurangan itu kita penuhi sendiri, atau kita impor (atau kombinasi keduanya). Hal ini penting, untuk menghindari kekisruhan yang terjadi setiap tahun, terutama lagi menjelang hari-hari besar keagamaan,” imbuhnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, penting adanya cadangan pangan untuk kedelai. Cadangan ini dapat digunakan untuk mengantisipasi kenaikan harga yang dilakukan oleh pemerintah.

“Kedelai sudah menjadi bahan pangan pokok masyarakat Indonesia, sehingga peran dan intervensi pemerintah sangat diperlukan. Cadangan pangan (kedelai) dapat digunakan dalam bentuk operasi pasar ketika pasokan tidak tersedia,” ujarnya.

Menurutnya, solusi pengganti kedelai sangat mungkin dilakukan dan ini sudah dilakukan oleh kelompok/komunitas masyarakat. Mereka memanfaatkan hasil potensi lokal yang berasal dari kacang-kacang selain kedelai. Seperti biji legum, kacang edamame, kacang tolo, kacang hijau, kacang kedelai hitam, kacang koro dan biji lamtoro yang potensinya belum dioptimalkan.

“Kacang-kacangan ini bisa didapat dengan mudah dan ternyata memiliki kandungan gizi dan protein yang lebih tinggi dari kedelai impor (khususnya). Akan tetapi pengarajin tahu tempe “enggan” menggunakan biji-biji lokal ini. Ini karena proses produksi agak berbeda, adanya bau dan rasa yang tidak biasa,” jelasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Alfi Dinilhaq

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: