Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pakar Pidana: Sertifikat Tanah yang Dibatalkan Pengadilan Bukan Bukti Kepemilikan

Pakar Pidana: Sertifikat Tanah yang Dibatalkan Pengadilan Bukan Bukti Kepemilikan Kredit Foto: Unsplash/Tingey Injury Law Firm

Dikatakan Agus, sengketa tanah haruslah dibedakan dengan masalah “Mafia Tanah” yang dapat dikualifikasi suatu kejahatan klasik yg terorganisir dan memiliki ekpertis yang profesional. Kata Agus, modusnya adalah melalui pembuatan dokumen palsu atas bukti kepemilikan hak atas tanah yang bekerjasama dengan oknum yang mempunyai kewenangan dalam penerbitan bukti alas hak palsu, yang biasanya dilakukan secara rapi sehingga sulit untuk diungkap. 

"Kemudian akan diuraikan mengenai apa saja yang dapat dikualifikasi sebagai bukti kepemilikan tanah sebagaimana dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam PP No. 24 tentang Pendaftaran Tanah, sebagaimana turunan dari ketentuan Pasal 19 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok Agraria."ujar Agus.

Agus menjelaskan, Secara hukum administrasi pihak yang mempunyai hak atas tanah harus melakukan proses permohonan hak atas tanah tersebut sebagaimana diatur dalam PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Selanjutnya Pasal 1 angka 1 PPNo. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran Tanah, menyebutkan bahwa.

 ”Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.”tutur Agus.

Adapun yang dimaksud dengan data yuridis merupakan dasar penguasaan atau alas haknya dapat berupa sertifikat, girik, surat kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari Pemerintah, putusan pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak, dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya. 

Kata Agus, yang menarik untuk dicermati yaitu adanya Putusan No. 13/G/2018/PTUN -SRG, tanggal 19 September 2018, yang amar putusannya antara lain: “Menyatakan batal Sertipikat Hak Milik Nomor 2503d/Desa Salembaran Jaya, diterbitkan tanggal 21 Januari 1997, Gambar Situasi Nomor 23089 tanggal 23 Agustus 1996, seluas 20.110 M2 atas nama Tonny Permana.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: