Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Siapa Sangka! Pemerintah Rilis Ciri Penceramah Radikal, Anggota DPR Fraksi PKS Ini Langsung Respons

Siapa Sangka! Pemerintah Rilis Ciri Penceramah Radikal, Anggota DPR Fraksi PKS Ini Langsung Respons Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan

Lebih lanjut, anggota Komisi Sosial DPR ini menyebut pangkal radikalisme adalah ketidakadilan, baik di bidang hukum, ekonomi, sosial, dan politik. Tidak hanya itu, hilangnya kesejahteraan dan rasa aman serta munculnya rasa keterasingan di negeri sendiri juga turut berkontribusi terhadap munculnya bibit-bibit radikalisme.

“Jadi akar masalahnya bukan terletak pada agama. Benih-benih kekerasan itu dapat muncul, salah satunya, akibat kian lebarnya jurang ketimpangan ekonomi antara si kaya dan si miskin. Ketimpangan ini muncul ketika pengelolaan sumberdaya ekonomi seperti perkebunan, pertambangan, hutan, dan air bersih dilakukan secara tidak adil karena didominasi oleh kekuatan kapitalis. Sementara di saat yang sama, negara gagal menunjukan pembelaan yang nyata kepada rakyatnya karena dibuat tidak berkutik di hadapan kekuatan oligarki ekonomi-politik,” tuturnya.

Baca Juga: Viral Daftar Penceramah Radikal, Istana Menanggapi Sampai Bawa-Bawa Jokowi

Dengan kondisi tersebut, lanjutnya, rakyat yang merasa tertindas akibat ketidakberdayaan negara dalam membela kepentingan mereka menjadi rentan untuk disusupi oleh paham radikalisme-ekstremisme. Apalagi, paham ini menawarkan metode perlawanan untuk mengatasi hegemoni kapitalis dan pemerintah yang dianggap bersekongkol merampas sumberdaya mereka, jelasnya. Legislator Dapil Jawa Tengah 1 ini mengatakan, salah satu cara untuk memutus mata rantai radikalisme adalah dengan mengatasi ketidakadilan di berbagai aspek yang bersentuhan dengan kebutuhan dasar masyarakat. Negara, imbuhnya, harus mengadvokasi persoalan ketidakadilan di tengah masyarakat melalui instrumen kebijakan yang memihak pada kaum yang lemah serta konsisten menunaikan amanat konstitusi.

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dengan tegas mengamanatkan supaya kekayaan SDA dikuasai oleh negara dan sebesar-besarnya dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. “Namun sayangnya, pemerintah tidak konsisten menjalankan amanat itu. Konstitusi kita seolah dibajak oleh oligarki dengan memaksakan sistem kapitalisme-liberalnya yang berdampak pada semakin lebarnya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin,” kritik Bukhari. Oleh karena itu, lanjutnya, seharusnya pemerintah fokus saja mengatasi hulu persoalan, yakni isu ketidakadilan itu ketimbang menghabiskan energi pada isu radikalisme yang justru memicu pembelahan sosial di masyarakat.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Bagikan Artikel: