Gross split adalah skema penghitungan bagi hasil pengelolaan wilayah kerja minyak dan gas bumi (migas) antara Pemerintah dan Kontraktor Migas yang di perhitungkan di muka. Bagi Hasil pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi ini berdasarkan prinsip bagi hasil bruto tanpa mekanisme cost recovery operasi.
Penghasilan Kontraktor (Contractor Take) dalam Kontrak Bagi Hasil Gross Split adalah bagian Kontraktor yang dihitung berdasarkan persentase produksi bruto setelah dikurangi pajak penghasilan.
Dengan skema gross split, biaya operasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab Kontraktor. Kontraktor akan terdorong untuk lebih efisien karena biaya operasi merupakan tanggung jawab Kontraktor. Semakin efisien Kontraktor maka keuntungannya semakin baik.
Baca Juga: Apa Itu Gross?
Model gross split mirip seperti royalti, namun eksekusinya mengikuti kontrak bagi hasil. Tujuan adanya gross split yaitu menghilangkan perdebatan terkait cost recovery.
Cara yang digunakan adalah dengan menghilangkan unsur cost recovery dalam pola pembagian hasil migas. Sebab cost recovery sering dicurigai sebagai sarana menyalahgunakan dana operasi migas. Dengan hilangnya cost recovery maka terhapus kewajiban SKK Migas untuk melakukan pengendalian dan pengawasan cost recovery.
Perhitungan gross split akan berbeda-beda. Namun, untuk base split minyak yakni sebesar 57% diatur menjadi bagian Negara dan 43% menjadi bagian Kontraktor. Sementara untuk gas bumi, bagian Negara sebesar 52% dan bagian Kontraktor sebesar 48%.
Berdasarkan situs resmi Kominfo, tren cost recovery relatif meningkat tiap tahun. Kondisi lebih besarnya cost recovery dibanding penerimaan bagian negara terjadi sejak tahun 2015.
Untuk mendukung penerapan sistem bagi hasil ini di Indonesia, Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 08 Tahun 2017 tentang kontrak bagi hasil Gross Split.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: