“Ada 3 alasan kami menggugat keputusan Panglima,” kata Julius.
Pertama, kata Julius, mengangkat penjahat sebagai pejabat menciptakan preseden buruk. Di mana orang-orang yang tidak memiliki integritas untuk memegang suatu jabatan publik/melayani masyarakat Indonesia.
Baca Juga: Bantah Dalangi Kematian Sertu Eka dan Istrinya, TPNPB-OPM: Permainan Pemerintah dan TNI
“Namun diberi apresiasi dan promosi hingga menduduki jabatan penting,” ucapnya.
Kedua, pengangkatan tersebut mencederai perjuangan keluarga korban dan pendamping yang terus mencari keberadaan korban yang masih hilang.
Namun orang-orang yang berada pada inti kasus tersebut, kata Julius, termasuk Untung Budiharto, tidak pernah berterus terang atas kebenaran kasus atau membantu investigasi pencarian. “Lagi-lagi malah diberi apresiasi dan promosi jabatan,” tandasnya.
Ketiga, diangkatnya figur yang tak berintegritas sebagai Pangdam Jaya, bersama dengan Surat Telegram (ST) Panglima TNI No. ST/1221/2021 tertanggal 5 November 2021, berpotensi dapat mengganggu penegakan hukum dan hak asasi manusia di wilayah Kodam Jaya. “Sebab ST tersebut menyebutkan penegak hukum-seperti Kepolisian, Kejaksaan-harus berkoordinasi dengan Komandan/Kepala Satuan TNI untuk memanggil aparat militer dalam suatu proses hokum,” katanya.
Baca Juga: Menggelegar! PA 212 Sentil Panglima TNI Soal PKI: Kalau Diizinkan Masuk...
“Dengan demikian, dipegangnya jabatan Pangdam Jaya oleh pelanggar HAM sendiri menjadi hambatan dan berpotensi mempersulit para penegak hukum, karena integritas dari pelanggar hukum tentu dipertanyakan untuk terbuka dalam penegakan hukum,” jelasnya dilansir detikcom.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: