Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun membeberkan kelemahan kebijakan bantuan langsung tunai atau BLT minyak goreng yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut Refly, kelemahan subsidi selalu terkait apakah bantuan tersebut tepat sasaran atau tidak.
Baca Juga: Utang Indonesia Tembus Rp7.014 Triliun, Eh Stafsus Menkeu Bawa-Bawa SBY
“Apakah kita juga telah memiliki bank data yang baik atau tidak?,” ujarnya dikutip dari kanal YouTube Refly Harun, Selasa (5/4).
Refly mengaku prihatin bahwa kenaikan harga minyak goreng dan bahan bakar minyak (BBM) Pertamax terjadi menjelang Ramadan.
Menurutnya, kenaikan banyak barang pokok dan kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan itu “kebangetan”.
“Kenaikan ini lalu menjadi persoalan, apalagi jurus BLT Jokowi itu dulu sudah sempat dikritik,” ungkapnya.
Advokat itu mengatakan jika BLT digunakan sebagai kompensasi, dapat atau tidaknya masyarakat juga bisa tergantung nasib.
“Jadi, yang lebih jelasnya itu seharusnya harga di pasarannya itu terjangkau dan stoknya tersedia,” katanya.
Meskipun begitu, Refly menilai beberapa pernyataan terkait kritik terhadap kenaikan harga dari para pengamat juga tak bisa diterima mentah-mentah.
Baca Juga: Mahasiswa Ancam Lakukan Aksi Lebih Besar, Ngabalin Langsung Pasang Badan dan Bilang...
Terutama, beberapa kritik yang menyamakan pemerintah Jokowi sama dengan masa Orde Baru, seperti yang disampaikan oleh Pengamat Politik Dedi Kurnia.
“Pernyataan ini harus kita uji juga secara jelas melalui angka statistik, bukan hanya persepsi,” paparnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Adrial Akbar