Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Duh, Invasi Rusia Bakal Memperburuk Tingkat Inflasi

Duh, Invasi Rusia Bakal Memperburuk Tingkat Inflasi Kredit Foto: Instagram/Russian Army
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Eksekutif CSIS Indonesia Yose Rizal Damuri menilai, konflik antara Rusia dan Ukraina merupakan ancaman terhadap pemulihan perekonomian Indonesia yang saat ini masih berada dalam kondisi rapuh akibat hantaman pandemi Covid-19.

"Tekanan yang dihadapi Indonesia kian bertambah karena tahun 2022 ini Indonesia juga memegang presidensi konferensi G20. Sebagaimana kita ketahui, Amerika mengancam akan memboikot konferensi G20, jika acara ini dihadiri oleh perwakilan dari Rusia,” ujar Yose Rizal Damuri dalam sebuah diskusi di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, Rusia merupakan pemasok bahan mentah yang penting bagi perekonomian dunia, menduduki posisi sebagai eksportir minyak terbesar keempat di dunia dengan rata-rata nilai ekspor 7,4 juta barel per hari. Ukraina juga merupakan negara pengekspor gandum yang besar di dunia. Baca Juga: Resmi! Indonesia Pilih Abstain Dalam Voting PBB Terkait Penangguhan Rusia Dari Dewan HAM

Hal ini menjadikan konflik di antara kedua negara memberikan dampak besar terhadap perekonomian dunia, terutama pada sektor komoditas dan energi. 

Ia menambahkan, akibat konflik ini, lembaga OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) memperkirakan, penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 percentage point. Ini angka yang besar sekali, karena pertumbuhan perekonomian dunia belum pulih sepenuhnya.

"Dampak yang tidak sedikit juga tampak pada inflasi. Padahal, saat ini inflasi sudah tinggi akibat disrupsi pasokan bahan baku selama pandemi. Invasi Rusia kemungkinan akan memperparah tingkat inflasi, terutama bagi negara konsumen energi, seperti Indonesia," pungkasnya.

Bagi Indonesia, dampak langsung konflik Rusia - Ukraina sebenarnya tidak terlalu signifikan, karena kedua negara tersebut bukan mitra dagang utama kita. Namun, tetap saja, Indonesia harus melakukan langkah antisipasi, karena kita mengimpor gandum dan bahan pangan lain dari kedua negara tersebut. Yang pasti, konflik antara kedua negara tersebut akan mempengaruhi rantai pasokan bahan baku ke dalam negeri. Baca Juga: Kebijakan Pemerintah Picu Inflasi Lebih Tinggi, Bagaimana Nasib Rakyat?

“Dampak tidak langsung datang dari imbas konflik pada perekonomian negara-negara Uni Eropa (UE) dan negara lain yang merupakan mitra dagang utama Indonesia. Dampak tidak langsung ini tidak selalu negatif, karena dengan rusaknya hubungan dagang antara Rusia dan negara lain, kita bisa mendapatkan windfall benefit akibat pengalihan aktivitas ekonomi ke Indonesia," jelasnya.

Sebagai contoh, lanjut Dia, produk CPO (crude palm oil) dari Indonesia harganya jadi meningkat. "Sekarang tinggal bagaimana caranya kita mengatur agar dampak negatif dan positif ini bisa seimbang,” tuturnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: