Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

ILUNI UI Nilai Kasus Aktivis HAM Haris Azhar-Fatia Bukan Ranah Hukum

ILUNI UI Nilai Kasus Aktivis HAM Haris Azhar-Fatia Bukan Ranah Hukum Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso

Tak hanya itu,  Asfinawati juga menyoroti alasan somasi Kantor Staf Presiden (KSP) kepada Haris dan Fatia. Dalam somasi tersebut dinyatakan, kritik terhadap Luhut seharusnya disampaikan berdasarkan tata karma, kesantunan, kesopanan, etika, moral, dan adat istiadat. 

“Pertanyaannya, ada nggak itu di instrumen hak asasi manusia? Kalau tidak ada, kok seorang pejabat publik bisa-bisanya melakukan pembodohan publik dengan mengungkapkan unsur-unsur yang tidak ada di dalam hukum?” cetusnya.

Sementara itu, berdasarkan penuturan Tim Advokasi Bersihkan Indonesia Julius Ibrani, perkembangan terkini kasus Haris Azhar dan Fatia hanya berhenti sampai penetapan sebagai tersangka. Dia juga melihat ada kejanggalan dalam proses setelah pemeriksaan sebagai tersangka. Haris Azhar dan Fatia baru dimintakan bukti-bukti, saksi-saksi, dan ahli-ahli yang ingin diajukan Haris dan Fatia.

Selain itu, menurut Julius, pertanyaan terhadap saksi hanya formalitas dan mengulang dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang sudah diajukan. Kejanggalan lainnya, tidak ada skema yang diwajibkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri dalam penerapan UU ITE. 

“Dalam pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan dan dokumen-dokumen, tidak ada satu pun pertanyaan yang mengarah pada pemenuhan SKB tiga menteri. Baik menggali apakah ini bersifat akademik atau tidak, tujuannya untuk kepentingan publik atau tidak. Tidak dipertanyakan sampai ke sana,” terang Julius. 

Terkait dengan langkah praperadilan, Julius masih mempertimbangkan berbagai macam langkah. Namun, dia juga akan melihat situasi dan kondisi di lapangan. Perlu ada identifikasi apakah medan perangnya bersih atau sudah dipengaruhi banyak pihak mengingat mereka berhadapan dengan kekuasaan.

“Ketika prosedur tadi pun banyak dilanggar, yang lain juga diam. Artinya kalau banyak yang bersikap diam, banyak yang mendukung pelanggaran-pelanggaran itu. Jangan-jangan jika mengajukan praperadilan, hal demikian juga terjadi,” ucapnya. 

Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENet) Damar Juniarto mengingatkan, ada ancaman nyata dari UU ITE terhadap para intelektual atau orang-orang pintar. Dia mengatakan, ada banyak kasus laporan terhadap orang-orang pintar yang memberikan kritik baik kepada internal kampus atau yang terjadi di masyarakat. Mereka dikenakan pasal-pasal yang dianggap bermasalah seperti pemidanaan defamasi, pencemaran nama baik, atau ujaran kebencian. 

“Ruang-ruang akademik yang mulia dan harusnya bisa diemban para orang-orang pintar, menjadi sebuah ruang yang tidak bersih dari represi,” tutur Damar.

Permasalahan yang lebih penting dan perlu dikhawatirkan, menurut Damar lagi, adalah kembalinya otoritarianisme, serta kebangkitan otoritarianisme digital. “Jangan sampai apa yang sudah kita upayakan dua dekade lalu jadi mundur dan mengarah pada kebangkitan otoritarianisme,” pungkasnya. 

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Adrial Akbar

Bagikan Artikel: