Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa sejumlah indikator ekonomi hingga awal Maret tahun 2022 tercatat baik.
Hal ini bisa dilihat dari kinerja ekspor yang dalam hal ini mengalami peningkatan sangat signifikan, tetapi tetap akan terus diwaspadai dengan adanya perkembangan perdagangan ekonomi global dan juga pertumbuhan ekonomi global yang terancam akibat terjadinya perang di Ukraina.
Baca Juga: Sri Mulyani: Tantangan Pembangunan saat Ini Tak Dapat Ditangani Negara secara Individu
Sementara itu, dari sisi eksternal surplus neraca perdagangan pada bulan Februari 2022 meningkat mencapai US$3,83 miliar dan ini didukung oleh kenaikan surplus neraca perdagangan nonmigas terutama dengan meningkatnya harga-harga komoditas global seperti batu bara, besi baja, serta CPO.
"Dengan peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global dan aliran modal asing ke pasar keuangan domestik yang mengalami tekanan, di mana investasi portofolio mengalami nett outflow sebesar US$1,3 miliar sampai dengan tanggal 31 Maret 2022," papar Sri Mulyani dalam konferensi pers hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada Rabu (13/4/2022).
Sri Mulyani juga menambahkan, tekanan nett outflow ini bila dibandingkan dengan emerging market lainnya yang juga mengalami nett outflow masih relatif lebih rendah atau lebih baik.
Cadangan devisa Indonesia pada posisi Maret 2022 tetap pada tingkat yang tinggi, yaitu mencapai US$139,1 miliar. Hal ini setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor atau 7,0 bulan impor dan pembiayaan utang luar negeri pemerintah.
"Standar ini berada di atas standar kecukupan internasional yang biasanya adalah dihitung pada sekitar 3 bulan kebutuhan impor, jadi lebih dari dua kali lipat dari standar kecukupan internasional," ujarnya.
Nilai tukar rupiah Indonesia tetap terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global. Nilai tukar rupiah pada triwulan 1 tahun 2022 mengalami sedikit depresiasi sebesar 0,33% secara rata-rata dibandingkan posisi akhir tahun 2021. Depresiasi rupiah tersebut adalah lebih rendah dibandingkan mata uang sejumlah negara berkembang lainnya.
Lebih lanjut, untuk Indonesia, rupiah mengalami depresiasi sebesar 0,33%; Malaysia, ringgit mengalami depresiasi 1,15% (ytd); India, rupe mengalami depresiasi sebesar 1,73% (ytd); Thailand, baht mengalami depresiasi hingga 3,15% (ytd).
"Inflasi di Indonesia hingga Maret 2022 tetap terkendali pada tingkat 2,64% (yoy). Hal ini didukung oleh masih cukup terkendalinya sisi penawaran di dalam merespons kenaikan permintaan dan juga tetap terkendalinya ekspektasi inflasi, stabilitas nilai tukar rupiah, serta berbagai respons kebijakan yang dilakukan pemerintah terutama di dalam menjaga barang-barang yang diatur oleh pemerintah atau administred price," kata Sri Mulyani.
Meskipun demikian, sejumlah risiko rambatan yang berasal dari kondisi global akan berpotensi memengaruhi dari sisi inflasi, cost of fund, dan kinerja perekonomian. "Oleh karena itu, KSSK tetap mewaspadai dan memantau stabilitas sistem keuangan untuk tetap menjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia," imbuh Menkeu Sri Mulyani.
Menkeu menambahkan, KSSK akan terus memperkuat koordinasi dan pemantauan bersama, termasuk di dalam merumuskan respons kebijakan yang terkoordinasi dan bersinergi di dalam menjaga pemulihan ekonomi nasional, di dalam menghadapi gejolak dinamika kondisi global yang sangat tinggi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Martyasari Rizky
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: