Kena Geruduk Mahasiswa UI Soal Big Data, Opung Luhut Dinilai Terkesan Superior: Dia Harus...
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, angkat bicara terkait adanya adu debat antara Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan di Kampus Universitas Indonesia kemarin.
Menurut Jamiluddin, Luhut semestinya menjelaskan dasar hukum yang dipakai sebagai alasan menganggap dirinya tak mau mengungkapkan big data yang dimiliki.
"Ketidakpuasan mahasiswa UI itu wajar karena LBP tidak menjelaskan kenapa tidak mau membuka big data yang digunakan. Harusnya LBP menjelaskan dasar hukum yang digunakan hingga menutup rapat big data yang dijadikannya acuan," kata Jamiluddin dilansr dari VIVA, Rabu 13 April 2022
Jamiluddin mengatakan kalau big data yang digunakan Luhut termasuk informasi yang dirahasiakan atau dikecualikan sebagaimana diatur dalam UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP), maka wajar bila LBP menutup rapat sumber informasi. LBP justru akan dinilai melanggar hukum bila membukanya.
Baca Juga: Keras! Anaknya Jokowi Berkoar Mau Ikut Demo Tolak 3 Periode, Mahasiswa: Telepon Saja Bapak Anda!
"Namun, bila big data yang dimilikinya bukan informasi yang dirahasiakan atau dikecualikan, maka LBP tidak punya hak untuk menolak membuka sumber datanya. LBP jusuru akan dinilai melanggar UU KIP," ujar Jamiluddin
Sehingga, harus diuji terlebih dahulu big data yang dimiliki LBP termasuk informasi yang dirahasiakan atau tidak. Komisi KIP, kata Jamiluddin, seharusnya dapat menguji hal itu agar perdebatan boleh tidaknya merahasiakan big data dapat disudahi.
"Selain itu, dalam perdebatan LBP dengan mahasiswa UI memang tampak tidak seimbang. Posisi LBP tampak lebih tinggi daripada mahasiswa UI. Posisi yang berjarak itu tentu kendali pembicaraan ada di pihak LBP. LBP terkesan lebih superior. Dilain pihak, mahasiswa UI terkesan dalam kendali LBP. mahasiswa akhirnya terlihat lebih inferior," ujar Jamiluddin.
Dalam kondisi ketidaksetaraan, tambahnya, tentu komunikasi politik berjalan cenderung searah. Meskipun ada tanya jawab, namun komunikasi tetap berlangsung dalam kendali Luhut. Luhut juga dinilai lebih menerapkan komunikasi politik yang menonjolkan kekuasaan daripada kesetaraan. Pendekatan komunikasi top down ini sangat tidak sesuai dengan era demokrasi.
"Karena itu, LBP sebaiknya memperbaiki pendekataan komunikasi politiknya. Ia harus memandang lawan komunikasinya setara agar terjadi dialog yang konstruktif," ujarnya.
"Tanpa kesetaraan, LBP tentu akan sulit berkomunikasi dengan mahasiswa. Kebuntuan komunikasi tentu akan membuat gap yang lebih besar antara Luhut dengan mahasiswa. Hal itu tentu tidak sehat dalam meningkatkan demokrasi di tanah air," tambahnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Bayu Muhardianto
Tag Terkait: