- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Anggota G20 Sepakat NZE 2060, ESDM Yakin Skenario CCUS Berkontribusi Kurangi Emisi CO2 Global
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji mengungkapkan, seluruh anggota G20 telah menetapkan target Net Zero Emission (NZE), termasuk Indonesia, pada tahun 2060. Untuk mencapainya, pengembangan teknologi CCS/CCUS menjadi sangat penting.
Berdasarkan Roadmap IEA untuk sektor energi, teknologi CCS/CCUS akan berkontribusi lebih dari 10% dari pengurangan emisi kumulatif secara global hingga tahun 2050. Di Asia Tenggara, juga berdasarkan publikasi IEA, agar sejalan dengan temperatur yang telah ditetapkan dalam Paris Agreement, carbon capture untuk CCUS di Asia Tenggara harus mencapai setidaknya 35 Mt CO2 pada tahun 2030 dan lebih dari 200 Mt pada tahun 2050.
Baca Juga: TBS Energi Utama Siapkan Dana Investasi Senilai US$1 Miliar untuk Net Zero Carbon
"Merujuk pada anggota G20, kita melihat bahwa pengembangan CCS/CCUS merupakan salah satu strategi pengurangan emisi bagi hampir semua anggota. Beberapa anggota sudah memiliki kebijakan dan proyek skala besar, beberapa anggota masih dalam proyek percontohan dan sisanya masih dalam tahap inisiasi," ungkap Dirjen Migas dalam keterangannya, Rabu (13/4/2022).
Bagi Indonesia, CCUS juga memiliki peran penting dalam mendukung target penurunan emisi Indonesia, mengembangkan ladang migas yang memiliki kandungan CO2 tinggi, dan pada saat yang sama juga dapat meningkatkan produksi migas melalui CO2-EOR atau EGR. Pemanfaatan migas masih penting karena minyak bumi merupakan sumber energi utama saat ini untuk sektor transportasi dan gas bumi juga akan memainkan peran penting dalam transisi energi sebelum mencapai 100% pembangkit listrik dari energi terbarukan.
Berdasarkan beberapa penelitian khususnya yang dilakukan oleh Puslitbang Minyak dan Gas Bumi "LEMIGAS", Indonesia memiliki potensi penyimpanan sekitar 2 gigaton CO2 yang tersebar di beberapa wilayah, di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Papua. Potensi saline aquifer 9,68 gigaton CO2 dari cekungan Sumatera Selatan dan Jawa Barat. Beberapa studi atau proyek CCUS yang sedang berjalan, antara lain di Gundih, Sukowati, dan Tangguh dengan total potensi simpanan CO2 sekitar 41 juta ton CO2.
"Indonesia juga memiliki proyek CCS/CCUS potensial lainnya, seperti CCS untuk memproduksi Blue Amonia di Sulawesi Tengah, Studi CCS/CCUS Kalimantan Timur, Studi CCUS untuk Batubara ke DME, Arun CCS/CCUS, CCS Sakakemang dan Abadi CCS/CCUS. Semuanya masih dalam tahap studi atau persiapan, tetapi sebagian besar ditargetkan bisa onstream sebelum 2030," papar Tutuka.
Untuk mendukung perkembangan CCS/CCUS di Indonesia, pada tahun 2021, Ditjen Migas telah membentuk tim untuk menyusun peraturan pelaksanaan kegiatan CCS/CCUS. Tim ini terdiri dari Kementerian ESDM, SKK Migas & BPMA, CoE CCS/CCUS ITB & LEMIGAS, Asosiasi Perminyakan Indonesia dan Kontraktor Migas. Dalam pembahasan di dalam tim, ruang lingkup regulasi ini akan fokus pada penetapan tujuan untuk mengatur CCS atau CCUS melalui CO2-EOR, EGR atau ECBM di blok migas, antara lain aspek teknis, skenario bisnis, aspek legal termasuk program CCS/CCUS sebagai bagian dari PoD dan aspek ekonomi seperti potensi pendanaan dan insentif pihak ketiga.
"Draft aturan ini telah disampaikan kepada Pemerintah, lembaga publik/swasta, pusat penelitian & perusahaan dari Australia, Korea Selatan, Jepang, negara-negara Eropa, Amerika Serikat dan juga Kanada, untuk mendapatkan umpan balik dan perbaikan. Saat ini sedang dilakukan finalisasi draft di Biro Hukum dan diusulkan menjadi salah satu prioritas yang akan disahkan tahun ini," papar Tutuka lagi.
Lebih lanjut Tutuka memaparkan, industri juga memiliki banyak sumber CO2, tidak hanya dari migas. Integrasi dan kolaborasi semua sektor melalui CCS/CCUS Hub dan clustering diperlukan untuk meningkatkan kelayakan proyek CCS/CCUS dengan menggunakan fasilitas bersama dan berpotensi menekan biaya. Pada titik ini, pemetaan potensi depleted field & saline aquifer serta pengembangan infrastruktur transportasi CO2 untuk CCS/CCUS menjadi sangat penting.
Hub dan clustering CCUS juga dapat membuka kerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan melalui pengelolaan CO2 regional. Pemanfaatan CO2 tidak hanya untuk EOR/EGR, tetapi juga dapat digunakan untuk memproduksi methanol dan dapat diintegrasikan untuk produksi blue ammonia atau blue hydrogen plus CCS/CCUS.
Ditegaskan Tutuka, untuk memastikan keterjangkauan penerapan CCUS di masa mendatang, diperlukan kebijakan dan investasi pendukung yang tepat. Pemerintah Indonesia menyadari bahwa pengembangan CCS/CCUS membutuhkan kerja sama dan kolaborasi dengan semua pihak. Oleh karena itu, Pemerintah akan selalu mendukung semua pemangku kepentingan yang mempromosikan teknologi CCS/CCUS untuk diterapkan di Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Puri Mei Setyaningrum