Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Merefleksikan Idul Fitri Sebagai Momentum Perbaikan Ekonomi

Merefleksikan Idul Fitri Sebagai Momentum Perbaikan Ekonomi Kredit Foto: Antara/Fakhri Hermansyah
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ajib Hamdani, Bidang Kajian Ekonomi Akuntansi dan Perpajakan Asosiasi Emiten Indonesia AEI merefleksikan kegiatan Idul Fitri 1443 Hijirah sebagai momentum catatan ekonomi seiring setelah selesainya masa pandemi.  

Dia menilai optimisme pemerintah dalam menerapkan kebijakan adalah wujud dari kunci konsistensi pemerintah mendorong regulasi-regulasi yang pro pertumbuhan ekonominya, baik itu jangka pendek dan yang akan datang.

“Momentum Idul fitri ini dapat memberikan optimisme bahwa ekonomi sedang dalam arah yang benar menuju perbaikan dan kembali menanjak seiring selesainya masa pandemi. Idul Fitri menumbuhkan semangat baru, ekonomi sedang menuju arah perbaikan sesuai yang dituju," jelas Ajib dengan Wartaekonomi, Senin (02/05/22).

Ajib mengatakan semenjak situasi pandemi yang menerjang wilayah Indonesia 3 tahun kemarin di bulan Maret 2020 terjadi pergerakan pembatasan penduduk secara signifikan.

Sehingga beberapa moda perekonomian agak cukup terhenti dan memberikan dampak signifikan dari pemutusan hak pekerja (PHK) dan masalah tutupnya perusahaan karena tidak dapat memutarkan modal usahanya.

Sehingga, momentum tahun ini terlihat sangat berbeda, adalah ritual rutin tahunan, yaitu mudik lebaran sudah di izinkan dan Idul Fitri berjalan secara keadaan normal. Setelah sebelumnya, terbatasi oleh regulasi yang ada.

“Kondisi berbeda terjadi pada tahun 2022 ini, tradisi mudik sudah relatif kembali seperti sedia kala. Dalam seminggu terakhir, berita kemacetan menghiasi media-media. Bukan hanya media dalam negeri, tetapi juga menarik perhatian media asing. Bahkan, Reuters dari London, Bloomberg dari AS, dan Channel News Asia juga menyoroti fenomena mudik lebaran di Indonesia," ungkapnya.

Disamping itu, ia juga memprediksikan pergerakan orang mudik lebaran ini akan berbanding lurus dengan potensi perputaran uang.

Sebab, kata Ajib, dari data lapangan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) yang menunjukkan sekitar 80 juta pemudik bergerak ke daerah-daerah. Dengan asumsi rata-rata per orang membelanjakan 2 juta rupiah, maka benar terjadi perputaran uang 160 triliun secara agregat.

“Kalau kita mengacu data Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2021 yang sebesar Rp. 16.970,8 triliun, perputaran uang selama lebaran ini setara dengan 1% PDB,” jelasnya.

Ajib menambahkan jika tren perputaran uang dan pergerakan ekonomi ini dapat terus terjaga sampai akhir tahun 2022, potensi pertumbuhan ekonomi akan mempunyai nilai positif dan terdongkrak secara signifikan.

“Per arahan pertama Presiden Jokowi adalah komitmen pemerintah untuk melakukan belanja atau government expenditure baik melalui APBN, APBD ataupun BUMN untuk membeli produk dalam negeri.

“Kebijakan ini tentunya akan mendorong gairah ekonomi dalam negeri dan menghidupkan UKM yang menjadi penopang signifikan dalam ekonomi nasional kita," kata Ajib.

Adapun arahan selanjutnya, percepatan hilirisasi industri dalam negeri yang tentunya bermanfaat bagi ekosistem ekonomi Indonesia, dan manfaatnya dirasakan oleh para pelaku ekonomi dalam negeri.

 “Harapan saya kuncinya adalah bagaimana arahan-arahan presiden ini diterjemahkan menjadi program-program nyata di lapangan,” tutupnya. tumbuhan ekonomi kisaran 5%-5,5% relatif bisa tercapai.* Bisa melampaui target pemerintah yang di kisaran 5,2%,” jelasnya.

Namun disisi lain, dibalik pergerakan ekonomi positif tersebut ada faktor-faktor potensi negatif yaitu, potensi inflasi yang akan terus naik dan tereskalasi.

Sehingga, menimbulkan gejolak harga distribusi bahan baku seperti komoditas, minyak goreng, kedelai, Bahan Bakar Minyak (BBM) barang-barang produksi impor akan Multiplier effect (efek berganda) terhadap kenaikan harga-harga secara umum yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan ekonomi, dimana peningkatan pengeluaran nasional mempengaruhi peningkatan pendapatan dan konsumsi.

Lebih lanjut, faktor lainnya tentang kebijakan pemerintah menaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11% dari 10% per tanggal (01/04/22) bulan lalu.

“Ya seperti saya bilang kebijakan ini secara psikologis akan membuat kenaikan secara konstan untuk barang-barang konsumsi. Karena 2 (dua) hal utama ini, inflasi pada akhir 2022, bisa terdongkrak di kisaran 3,3%-3,6%. Lebih tinggi dari target awal pemerintah di angka 3%," ucapnya.

Menariknya, kata dia dalam kebijakan yang saat ini dibuat dalam kondisi ekonomi yang sedang banyak fluktuasi ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pembukaan Musrenbangnas dalam (28/04/22) telah membuat beberapa arahan agar perekonomian tetap berjalan dengan konstan dan terkendali. 

Adapun arahan pertama Presiden Jokowi adalah komitmen pemerintah untuk melakukan belanja atau government expenditure baik melalui APBN, APBD ataupun BUMN untuk membeli produk dalam negeri.

“Kebijakan ini tentunya akan mendorong gairah ekonomi dalam negeri dan menghidupkan UKM yang menjadi penopang signifikan dalam ekonomi nasional kita," kata Ajib.

Baca Juga: Sri Mulyani Buka Pintu Swasta Bisa Manfaatkan Dana Pembiayaan Panas Bumi

Adapun arahan selanjutnya, percepatan hilirisasi industri dalam negeri yang tentunya bermanfaat bagi ekosistem ekonomi Indonesia, dan manfaatnya dirasakan oleh para pelaku ekonomi dalam negeri.

 “Harapan saya kuncinya adalah bagaimana arahan-arahan presiden ini diterjemahkan menjadi program-program nyata di lapangan,” tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ratih Widihastuti Ayu
Editor: Boyke P. Siregar

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: