Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Adian Napitupulu Bereaksi ke Fahri Hamzah: Kita Beda Pilihan, Beda Jalan dan yang Saya Pilih Jalan..

Adian Napitupulu Bereaksi ke Fahri Hamzah: Kita Beda Pilihan, Beda Jalan dan yang Saya Pilih Jalan.. Kredit Foto: Instagram/Adian Napitupulu

Teringat, ketika saya dan kawan-kawan tersisa yang masih di jalan tahun 1999, Fahri sudah menjadi Staf Ahli MPR. Berikutnya tahun 2004 Fahri dilantik menjadi anggota DPR, sementara saya dan kawan-kawan masih dipukuli dan ditangkapi.

Tahun 2008, kantor pengacara saya dipasang Police Line. Saya dikejar hingga jadi “gelandangan,” berkeliling dari kota ke kota, lalu jadi pengumpul trolly di berbagai pusat perbelanjaan negara orang.

Tahun 2010 saya dipukuli hingga babak-belur oleh belasan Polisi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Fahri, kita beda pilihan, beda jalan dan yang saya pilih adalah jalan yang sulit, menyakitkan dan tidak menyenangkan. Walau demikian toh saya tidak pernah usil mengkritik dan mempertanyakan pilihan politik masing-masing orang.

Termasuk mengkritik Fahri saat itu sedang menikmati kursinya sebagai anggota DPR RI. Tanggal 13 Maret 2007, DPR RI memutuskan agar penyidikan kasus Trisakti dan Semanggi, tidak diteruskan.

Saat itu bukankah Fahri yang mengaku aktivis 98, juga sudah menjadi anggota DPR dan berada di komisi III, komisi terkait hukum dan HAM? Saya kecewa, tapi juga tak menghakimi Fahri. Walau, sebagai pimpinan Komisi III, tentunya Fahri bisa berusaha melawan penghentian penyidikan itu bukan?

Tahun 2014 saya baru terpilih menjadi anggota DPR, sementara Fahri kembali terpilih yang ketiga kalinya. Saat menuju pemilihan pimpinan DPR, Fahri bersama sebagian anggota DPR mengubah UU MD3, agar partai pendukung capres yang kalah bisa menguasai seluruh Pimpinan DPR.

Upaya itu berhasil dan membuat Fahri menjadi salah satu Pimpinan DPR. Sekali lagi saya kecewa, bagaimana mungkin Fahri yang mengaku aktivis 98 bisa menggunakan cara-cara yang bagi saya tidak mencerminkan cara berdemokrasi yang sehat, dewasa dan sportif? Untuk kesekian kalinya saya mengelus dada melihat realitas politik di DPR.

Agustus 2015 Fahri Hamzah mengatakan bahwa “anggota DPR rada-rada bloon.” Pernyataan itu bukan saja menghina para anggota DPR, tetapi juga menghina partai yang menyeleksi calon, bahkan lebih jauh menghina rakyat sebagai pemegang kedaulatan yang memilih nama-nama di bilik suara.

Kembali saya kecewa pada Fahri yang mencela proses demokrasi, yang sudah memberi dia kesempatan menjadi anggota DPR tiga periode. Aneh, bagaimana mungkin ada orang yang bisa mencacimaki sebuah proses, tetapi hasil dari proses itu justru dia nikmati selama belasan tahun?

Selanjutnya saya tidak bicara tentang kerja formal DPR yaitu membuat UU, menyusun dan menetapkan anggaran negara, lalu mengawasi eksekutif terkait pelaksanaan UU dan penggunaan anggaran.

Saya ingin menyampaikan kepada Fahri Hamzah, sumpah jabatan DPR juga memperjuangkan aspirasi rakyat. Tidak sekadar kalimat dalam UU maupun angka APBN, melainkan juga menggunakan kewenangan dan jejaring politik anggota DPR untuk melakukan pembelaan terhadap rakyat yang dianiaya dan yang diperlakukan tidak adil.

Dalam hal perjuangan kerakyatan itu, bolehkah saya bertanya, di mana Fahri Hamzah ketika saya dan rakyat sejak 2015 memperjuangkan agar berhektar-hektar tanah Cendana di Kabupaten Bogor bisa dibagikan menjadi milik rakyat?

Di mana Fahri ketika saya dan sebagian rakyat Bogor, Cianjur, Sumedang, Bandung, Majalengka, Cirebon hingga Semarang, memperjuangkan hak atas tanah yang dilintasi jalur SUTET?

Bolehkah saya bertanya kepada Fahri Hamzah, di mana dia saat saya dan Dani Amrul Ichdan (Direksi Mind Id) bersama masyarakat Pongkor, berjuang sesuai harapan Presiden Jokowi, agar ribuan rakyat bisa membentuk koperasi tambang dan menambang emas di lahan Antam di Pongkor ?

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: