Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati gencar mengingatkan berbagai pihak terkait penyampaian pajaknya. Tak terkecuali harta-harta fantastis yang dimiliki kalangan super tajir atau crazy rich.
Dia menegaskan akan juga membidik pajak dari harta yang dimiliki kalangan tersebut. Ia memastikan ini bagian dari keadilan dalam perpajakan. Menurut Menteri Keuangan hal ini berkaitan dengan pajak penghasilan kategori natura.
Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani: Dampak Pandemi Covid-19 Akan Sosial dan Ekonomi Harus Segera Dihadapi
"Kalau yang naturanya gede-gede karena sekarang ini ada juga kan di media sosial anak-anak yang baru umurnya 2 tahun udah diberi pesawat, bukan pesawat-pesawatan ya, pesawat beneran sama orang tuanya," terang Sri Mulyani.
Baca Juga: AS, Inggris, dan Kanada Walk-Out Saat Delegasi Rusia Berbicara, Ini Kata Sri Mulyani
Ini yang menjadi target Sri Mulyani untuk bisa dipajaki. Alasannya kembali untuk keadilan dalam perpajakan yang berlaku di Indonesia.
"Jadi memang di Indonesia kan ada yang crazy rich, ada yang memang dia mendapatkan fasilitas dari perusahaannya luar biasa besar. Itulah yang seperti itu dimasukkan dalam perhitungan perpajakan. Itu yang disebut tadi aspek keadilan," ungkapnya.
Sebelumnya, kebijakan pengenaan PPh natura tertuang di Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang belum lama disahkan oleh pemerintah dan DPR.
Pada Pasal 4 UU HPP dituliskan bahwa natura menjadi objek PPh karena dianggap menjadi tambahan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak. Selain itu, fasilitas kantor juga dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan menaikkan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP) dari 30% menjadi 35% khusus orang kaya atau 'crazy rich' dengan penghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun.
Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan Yon Arsal memberi contoh fasilitas kantor yang bakal kena pajak misalnya rumah dan kendaraan dari kantor.
"Nantinya, pegawai yang menerima fasilitas maupun perusahaan yang memberikan fasilitas akan sama-sama dikenai pajak. Kalau diberi fasilitas rumah, nanti kita hitung berapa sih kalau sewa rumah seperti itu, saya dapatnya berapa, nah buat saya jadi penghasilan dan perusahaan bisa membebankan sebagai biaya," ucap Yon.
Kendati begitu, belum ada kepastian soal daftar lengkap barang dan fasilitas kantor yang akan kena pajak dari pemerintah. Begitu juga dengan tarif pajaknya.
Sementara pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai kebijakan ini sangat tepat untuk meningkatkan penerimaan. Kenaikan pajak bagi orang 'super tajir' ini juga tak akan mengganggu pemulihan ekonomi.
"Mereka kelompok yang paling tidak terdampak pandemi Covid-19, bahkan tak sedikit orang super kaya malah kekayaannya meningkat pasca pandemi," ujarnya Fajri Akbar seperti yang di kuitp dari CNBC Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: