Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Maki Ingatkan Kredit Macet Bank BUMN Bisa Jadi Tindak Pidana Korupsi Jika . . .

Maki Ingatkan Kredit Macet Bank BUMN Bisa Jadi Tindak Pidana Korupsi Jika . . . Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) menilai bila perbankan harus berhati-hati dalam menyalurkan pendanaan. Karena, pendanaan bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi jika menjadi kredit macet dan bank yang menyalurkan merupakan BUMN.

"Pertama, pinjaman macet dan kemudian pengusahanya tidak berupaya melunasi utangnya. Kedua. banknya harus Bank BUMN, jika bank swasta maka bukan korupsi," kata Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman, di Jakarta, Selasa 24 Mei 2022.

Lebih lanjut Ia menuturkan bahwa pendanaan yang diperoleh perusahaan dari bank juga harus dialokasikan untuk keperluan operasional. Di luar itu, perusahaan dilarang menghunakan dana untuk keperluan lain. 

"Gak boleh. Tapi kuncinya bisa diproses korupsi jika utang macet," lanjutnya.

Baca Juga: Perbankan Jangan Abaikan Prudential Banking dalam Salurkan Pendanaan Terutama ke Perusahaan Tambang

Sementara Pengamat Hukum dari Universitas Gajah Mada Muhammad Fatahillah Akbar menyebut jika dalam pinjam meminjam masuk ranah perbankan dan aturan tanpa atau dengan jaminan seharusnya diatur rigid dalam aturan internal bank. 

"Sehingga jawabannya ada di Bank BUMN. Jika dalam jumlah besar seharusnya ada jaminan yang memadai. Jaminan pun diikat hak tanggungan dan ada appraisal untuk menilai jaminan lebih tinggi dari hutang," kata Akbar.

Begitu juga jika terdapat potensi kredit macet, harus ada jaminan yang memadai. Karena menurutnya, sudah banyak sekali kredit macet BUMN yang dijerat korupsi. "Unsur utamanya adalah apakah dalam pemberian kredit menyalahgunakan wewenang. Jika iya maka masuk Pasal 3 UU Korupsi," kata dia. 

Kemudian menurutnya, jika peminjaman tersebut udah melawan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) maka bisa disebut penyalahgunaan kewenangan. "Jika sudah melewati POJK maka ini bagian dari penyalahgunaan wewenang," ujarnya.

Sementara Pengamat Perbankan Deni Daruri mengatakan bahwa pemberian pinjaman tanpa agunan mencukupi tidaklah dibenarkan. "Tidak dibenarkan, karena sangat beresiko buat bank itu sendiri," kata Deni kepada wartawan. 

Terlebih, lanjutnya, ada potensi kredit tersebut macet, sehingga menurutnya akan merugikan bank. "Buat bank rugi, sehingga mengerus modal bank," lanjutnya.

Baca Juga: Kementrian ESDM Ungkap Beberapa Perusahaan Batu Bara yang Siap Lakukan Hilirisasi, Diantaranya...

Terpisah Corporate Secretary BNI, Mucharom tidak bisa menjawab soal pendanaan terhadap grup perusahaan BG di Sumatera Selatan.Namun  pihaknya mengakui bahwa proses pemberian dana telah melalui serangkaian proses yang mengedepankan prinsip good corporate governance dan compliance terhadap ketentuan regulator demi memberikan kenyamanan dan keamanan kepada para nasabah maupun debitur.

Sehingga seluruh aturan baik internal maupun eksternal terpenuhi. "Bagaimanapun kita harus realistis, energi fosil masih dibutuhkan masyarakat Indonesia. Adapun, penyaluran kredit kepada sektor batu bara hanya 2 persen terhadap total kredit BNI. Secara umum kredit kepada sektor batubara sampai dengan ini dalam posisi lancar," kata Mucharom kepada wartawan di Jakarta, Selasa 24 Mei 2022.

Ia pun membeberkan jika sejak Januari hingga Maret 2022, BNI cukup agresif mengucurkan pembiayaan  ke sektor energi baru terbarukan (EBT) senilai Rp 10,3 triliun, berikutnya, pembiayaan untuk pencegahan polusi senilai Rp 6,8 triliun, dan pembiayaan hijau lainnya Rp 23,3 triliun.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: