Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

GPDRR 2022, Indonesia Ajak Penguatan Kolaborasi untuk Penanggulangan Bencana

GPDRR 2022, Indonesia Ajak Penguatan Kolaborasi untuk Penanggulangan Bencana Kredit Foto: Antara/Antara
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut selain tantangan seperti pandemi, inflasi, pengetatan kebijakan moneter dan perlambatan ekonomi, ekonomi dunia tidak terkecuali Indonesia ke depan juga perlu mengantisipasi risiko makroekonomi yang berhubungan dengan bencana terkait iklim dengan cara yang adil dan terjangkau.

Peningkatan frekuensi dan dampak dari bencana terkait iklim di beberapa tahun terakhir telah menggarisbawahi kian besarnya biaya ekonomi, lingkungan, dan sosial dari perubahan iklim. Emisi karbon akan terus meningkat dan menyebabkan dampak ekonomi dan fisik semakin besar apabila tidak dimitigasi dengan kebijakan.

“Paket kebijakan hijau yang komprehensif diperlukan, dengan harapan upaya transisi menuju ketahanan iklim ini tetap mampu meningkatkan pertumbuhan dan penciptaan lapangan Kerja," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI, Febrio Kacaribu dalam pidato kuncinya pada pertemuan ketujuh forum Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) di Bali, 23-28 Mei 2022. Baca Juga: GPDRR 2022 Digelar, Menteri Basuki Ajak Delegasi Siapkan Antisipasi Pengurangan Perubahan Iklim

Pertemuan ini diselenggarakan oleh UN Office on Disaster Risk Reduction (UNDRR) setiap 3 tahun dengan menghadirkan para pemangku kepentingan yang terdiri dari 182 negara. Pertemuan ketujuh ini mengangkat tema "From Risk to Resilience: Towards Sustainable Development for All in a COVID-19 Transformed World". Keterlibatan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan dalam forum ini menunjukkan peran aktif dalam upaya peningkatan ketahanan terhadap bencana.

Selain strategis karena dilaksanakan 2 tahun sejak awal pandemi Covid-19, salah satu poin strategis acara ini adalah berdekatan dengan akan dilaksanakannya inter-governmental midterm review Kerangka Sendai pada 2023. Kerangka Sendai merupakan kerangka mitigasi risiko bencana yang dilaksanakan sejak tahun 2015 dan ditargetkan rampung pada hingga tahun 2030.

Setelah tujuh tahun berjalan, terdapat 133 negara yang belum memulai, 54 negara dalam progress, dua negara siap untuk proses validasi, dan enam negara telah divalidasi dari total 195 negara. Dalam GPDRR 2022, seluruh negara Anggota dan pemangku kepentingan di berbagai level akan mereviu pencapaian Kerangka Sendai.

“Kita masih perlu meningkatkan kerja sama internasional, infrastruktur penting, dan target layanan. Untuk itu, kita perlu memperkuat kolaborasi melalui platform global ini untuk mencapai target,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Kacaribu, dalam sesi Midterm Review Plenary 1 - Resourcing risk-informed regenerative and sustainable development.

Terlepas dari progres mayoritas anggota yang masih jauh dari selesai, Indonesia telah mencapai berbagai progress dalam tujuh tahun terakhir untuk penanganan risiko bencana.

"Kita telah menerbitkan berbagai bauran regulasi dan panduan teknis untuk penanggulangan risiko SP – 22 /BKF/2022 bencana," lanjut Febrio.

Beberapa upaya yang telah diterbitkan Pemerintah adalah regulasi dan panduan pembangunan rumah tahan gempa, integrasi pengurangan risiko dengan sistem perencanaan spasial, serta penguatan data. Selain itu, berbagai program dan kegiatan juga dilakukan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah terutama dalam mengembangkan rencana penanggulangan bencana mereka sendiri. Kami juga memiliki beberapa program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan risiko bencana dan meningkatkan kapasitas mereka, tidak hanya di tingkat kabupaten tetapi juga di tingkat desa. 

Untuk memitigasi risiko bencana, salah satu pencapaian Indonesia yang dijadikan contoh dalam pertemuan ini adalah pembentukan Strategi Pendanaan dan Asuransi Risiko Bencana atau Disaster Risk Financing and Insurance (DRFI). Strategi DRFI berisi campuran instrumen yang memungkinkan Pemerintah untuk meminimalkan risiko bencana seperti mengatur strategi pendanaan risiko bencana melalui APBN/APBD, maupun memindahkan risikonya kepada pihak ketiga, melalui pengasuransian aset pemerintah dan masyarakat.

Dana Bersama Bencana atau Pooling Fund Bencana (PFB) merupakan bagian dari DRFI dan dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2021. Di awal, PFB menyediakan dana tambahan untuk melengkapi anggaran kontingen bencana dan anggaran reguler untuk bencana jangka pendek. Dalam jangka panjang, PFB dirancang sebagai alat asuransi terhadap risiko bencana. PFB dikelola oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) dalam rangka memperkuat sinergi antara aksi perubahan iklim dan pengurangan risiko karena lebih dari 90% bencana alam kita adalah bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, angin kencang, cuaca ekstrim, atau angin topan.

"PFB memobilisasi dana terutama pada tahap prabencana dari APBN, APBD, dan sumber daya lainnya seperti sektor swasta, lembaga keuangan, masyarakat, negara mitra dan lain-lain. Dana tersebut akan digunakan untuk membiayai kegiatan terkait bencana pada tahap pra bencana, darurat, dan pasca bencana termasuk pengalihan risiko dengan memperoleh produk asuransi untuk melindungi aset publik dan masyarakat kita yang rentan seperti petani dan nelayan", jelas Febrio.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: