Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengungkapkan, pesatnya era digital dan teknologi memberikan tantangan yang sangat besar bagi keamanan siber (cyber security) di berbagai sektor khususnya industri perbankan dan keuangan.
Bagaimana tidak, laporan BSSN pada 2021 mencatat bahwa terdapat 1,6 miliar serangan siber atau anomali trafik internet di Indonesia. Kemudian berdasarkan laporan Microsoft dari sisi higienitas siber di Indonesia menyebutkan sebanyak 22 persen komputer di Indonesia terinfeksi malware.
"Kondisi keamanan siber Indonesia ada isu yang perlu kita perhatikan bahwa potensi kerugian ekonomi Indonesia dari dampak serangan siber itu Rp14,2 triliun, dan 22% perusahaan pernah mengalami insiden serangan siber," ujar Direktur Keamanan Siber dan Sandi Keuangan, Perdagangan, dan Pariwisata BSSN Edit Prima, dalam Webinar Warta Ekonomi yang bertajuk "Cyber Crime Emergency: Developing IT Solutions, Behavior, and Awareness In The Banking Ecosystem" di Jakarta, akhir pekan kemarin. Baca Juga: Waspada! Digitalisasi Sektor Keuangan Tingkatkan Serangan Siber Hingga 86,70%
Menurutnya, ada dua tantangan yang dihadapi untuk mewujudkan keamanan siber di Indonesia. Pertama, adanyan peningkatan risiko siber secara signifikan. Dan kedua, ketidaksiapan industri. Sebagai contoh, sejak 2020 hingga 2021 berbagai kasus kebocoran data menimpa market place, instansi pemerintah, sektor keuangan, dan data e-Hac.
Oleh sebab itu, kata Edit, upaya penguatan ekosistem keamanan siber terus dilakukan pemerintah dengan menyiapkan berbagai regulasi agar bisa menciptakan ekosistem keamanan siber yang efektif.
"BSSN berkoordinasi dengan stakeholder dan kementerian/ lembaga terkait telah mengusung tiga peraturan atau regulasi. Yang pertama, perlindungan infrastruktur informasi vital, ini dalam status menunggu penetapan bapak Presiden. kemudian manajemen krisis siber dan strategi keamanan siber nasional yang dalam proses penyusunan," tandasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Director of Delivery & Operation Telkomsigma I Wayan Sukerta mengungkapkan, digital banking yang terus berkembang dan sudah masuk di era digital banking 4.0 menjadi ancaman serius bagi perbankan bila tidak mengamankan data nasabah dan bank itu sendiri. Pasalnya, tingginya ketergantungan internet, transaksi dan layanan digital tentu juga meningkatkan risiko serangan siber.
"Data OJK dan BSSN menyebutkan pada Januari sampai September 2021 ada 920 juta serangan dengan kerugian yang cukup besar. Dari total itu, 21,8% menyerang sektor perbankan dan keuangan. Sementara 58% serangan siber menggunakan malware, 11% trojan, dan sebagainya," jelas I Wayan.
Oleh sebab itu, lanjut Dia, pelaku industri perbankan dan keuangan harus meningkatkan dan mengelola keamanan siber secara menyeluruh atau terintegrasi. Baca Juga: Perkuat Bisnis B2B IT Digital Services, Telkom Ambil Alih TelkomSigma
"Dalam digital security saat ini harusnya bank proactive, machine learning, rich (kaya akan kemampuan tools yang banyak), dan masuk secara indepth. Kalau kita hanya berbasis reactive pintu sudah keburu bobol dan melakukan recovery-nya jauh lebih rumit dan berdampak besar pada reputasi risk," ucapnya.
Untuk itu, Telkomsigma melalui brand Garuda Cybersecurity hadir memberikan solusi keamanan siber yang berbasis pada dua hal yakni teknologi dan services. Untuk teknologi dikelompokkan dalam tiga capability, yakni threat hunting framework, fraud hunting platform, dan digital risk protection.
"Kemampuan ini didukung oleh services yang namanya Garuda Security Operation Center (SOC) selama 24/7 untuk me-manage detection and response, investigation, incident response, digital forensics, dan melakukan respon lainnya," tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman