Sistem pengolahan sampah belum cukup efektif menekan volume sampah plastik di perairan laut, kata perwakilan Uni Eropa untuk Indonesia, mengingatkan risiko dari kemasan yang mudah tercecer dan susah didaurulang, termasuk sedotan plastik, minuman gelas dan kantong plastik.
"Sampah plastik di perairan laut merupakan salah satu ancaman lingkungan terbesar dunia," kata Seth Van Doorn dalam sesi Dialog Nasional Pengurangan Sampah oleh Produsen di Jakarta, pekan lalu, diktutip dari keterangan tertulis yang diterima, Selasa (31/4/2022).
Baca Juga: Animasi Peringatkan Risiko Kesehatan Serius yang Ditimbulkan Plastik
"Sekitar 60-90% dari sampah yang tercecer di laut adalah sampah plastik, utamanya sedotan plastik, minuman gelas dan kantong plastik," lanjutnya.
Menurut Van Doorn, sampah plastik di laut meningkat seiring tahun akibat urbanisasi, pembangunan dan perubahan pola konsumsi dan produksi. Sampah ini ancaman serius pada ekosistem laut, bisnis perikanan, kesehatan publik dan juga sektor turisme.
Di Indonesia, sampah air minum kemasan gelas dan botol termasuk yang berkontribusi signifikan pada polusi sampah plastik di laut.
Baca Juga: Top! Bioplastik dari Limbah Sawit Jadi Jawaban Kerusakan Lingkungan
Data yang diolah berbagai sumber menunjukkan produksi air minum kemasan gelas mencapai 10,4 miliar kemasan gelas setiap tahunnya dengan timbulan sampah 46 ribu ton, atau hampir sepertiga dari total timbulan sampah industri air kemasan bermerek.
Jumlah timbulan sampah itu belum menghitung timbulan sampah sedotan plastik, 'komplemen' dalam penjualan air minum gelas, yang notabene lebih mudah tercecer di lingkungan. Pada segmen ini, market leader industri air kemasan berkontribusi pada timbulan 5.300 ton sampah gelas plastik.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: